Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Belum Serahkan Rekomendasi ke MK

Kompas.com - 16/08/2011, 13:04 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Yudisial hingga saat ini belum menyerahkan hasil rekomendasi terkait pelanggaran kode etik tiga hakim yang menyidangkan kasus Antasari Azhar, terpidana 18 tahun dalam kasus pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnain, ke Mahkamah Agung.

"Belum diberikan, kemarin saat mau ditandatangan, beberapa Komisioner masih memberikan revisi di beberapa redaksional dan sistematika draft rekomendasi itu," ujar Juru Bicara KY, Asep Rahmat Fajar ketika dihubungi wartawan, di Jakarta, Selasa (16/8/2011).

Berdasarkan beberapa temuan barang bukti dan keterangan saksi-saksi, KY memutuskan, tiga hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, yakni Ketua Majelis Herry Swantoro, Prasetyo Ibnu Asmara, dan Nugroho Setiadji terbukti melakukan pelanggaran saat memimpin sidang Antasari.

KY merekomendasikan hukuman non palu selama enam bulan bagi tiga hakim tersebut ke Mahkamah Agung. "Secara substansi itu (hasil rekomendasi) tidak ada masalah. Tapi kita tidak tahu kapan akan diberikan, yang jelas pasti akan secepatnya," tambah Asep.

Sebelumnya, Wakil Ketua KY Imam Anshori mengatakan, hasil rekomendasi itu diputuskan setelah pihaknya menggelar rapat pleno pada Selasa (9/8/2011). Namun, Imam tidak bersedia merinci lebih lanjut bentuk temuan pelanggaran kode etik ketiga hakim tersebut. Ia hanya mengatakan, rekomendasi tersebut akan diserahkan kepada MA untuk ditindaklanjuti di Majelis Kehormatan Hakim oleh Mahkamah Agung.

"Kalau temuan pelanggaran kode etik itu, lebih baik tanya saja kepada MA. Kami tidak berwenang memberitahunya karena sifatnya rahasia," kata Imam.

Seperti diberitakan, Antasari Ashar, terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Putra Rajawali Banjaran. Mantan Ketua Komisi Pemberantas Korupsi itu dijerat Pasal 55 Ayat (1) ke-2 Jo Pasal 55 (1) ke-2 KUHP Pasal 340 dengan ancaman hukuman mati. Antasari juga dituduh telah berbuat tidak senonoh dengan Rhani Juliani, istri Nasrudin. Ia divonis 18 tahun oleh PN Jakarta Selatan pada Kamis (11/2/2010).

Pada tingkat banding di Pengadilan Tinggi, permohonan Antasari juga ditolak. Namun, sejak proses penyidikan hingga persidangan, berbagai pihak menilai kasus Antasari direkayasa.

Satu tahun pascavonis 18 tahun itu, dugaan rekayasa kembali mencuat setelah pernyataan Komisi Yudisial yang menenggarai adanya dugaan pelanggaran kode etik hakim. KY menilai ada pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan hakim tingkat pertama hingga kasasi. Bukti yang dimaksud adalah pengabaian keterangan ahli balistik dan forensik. Selain itu, bukti baju korban juga tidak dihadirkan dalam persidangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Undangan Jokowi ke Rakernas PDI-P, Puan: Belum Terundang

    Soal Undangan Jokowi ke Rakernas PDI-P, Puan: Belum Terundang

    Nasional
    Kata Kemenkes soal Gejala Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2 yang Merebak di Singapura

    Kata Kemenkes soal Gejala Covid-19 Varian KP.1 dan KP.2 yang Merebak di Singapura

    Nasional
    Dewas Sebut KPK Periode Sekarang Paling Tak Enak, Alex: Dari Dulu di Sini Enggak Enak

    Dewas Sebut KPK Periode Sekarang Paling Tak Enak, Alex: Dari Dulu di Sini Enggak Enak

    Nasional
    MK Sebut 106 Sengketa Pileg 2024 Masuk ke Tahap Pembuktian Pekan Depan

    MK Sebut 106 Sengketa Pileg 2024 Masuk ke Tahap Pembuktian Pekan Depan

    Nasional
    Ingatkan Tuntutan Masyarakat Semakin Tinggi, Jokowi: Ada Apa 'Dikit' Viralkan

    Ingatkan Tuntutan Masyarakat Semakin Tinggi, Jokowi: Ada Apa "Dikit" Viralkan

    Nasional
    Komisi II Setuju Perbawaslu Pengawasan Pilkada 2024, Minta Awasi Netralitas Pj Kepala Daerah

    Komisi II Setuju Perbawaslu Pengawasan Pilkada 2024, Minta Awasi Netralitas Pj Kepala Daerah

    Nasional
    Sri Mulyani Irit Bicara Soal Skema 'Student Loan' Imbas UKT Mahal

    Sri Mulyani Irit Bicara Soal Skema "Student Loan" Imbas UKT Mahal

    Nasional
    Angka IMDI 2023 Meningkat, Indonesia Disebut Siap Hadapi Persaingan Digital

    Angka IMDI 2023 Meningkat, Indonesia Disebut Siap Hadapi Persaingan Digital

    Nasional
    Kejagung Koordinasi dengan KIP soal Transparansi Informasi Publik

    Kejagung Koordinasi dengan KIP soal Transparansi Informasi Publik

    Nasional
    Penerbangan Jemaah Bermasalah, Kemenag: Performa Garuda Buruk

    Penerbangan Jemaah Bermasalah, Kemenag: Performa Garuda Buruk

    Nasional
    Kemenkes Minta Masyarakat Tidak Khawatir atas Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura

    Kemenkes Minta Masyarakat Tidak Khawatir atas Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura

    Nasional
    Kasus Simulator SIM, Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi

    Kasus Simulator SIM, Eks Kakorlantas Polri Djoko Susilo Ajukan PK Lagi

    Nasional
    Bobby Berpeluang Diusung Gerindra pada Pilkada Sumut Setelah Jadi Kader

    Bobby Berpeluang Diusung Gerindra pada Pilkada Sumut Setelah Jadi Kader

    Nasional
    Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

    Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P, Pramono Anung: Tanya ke DPP Sana...

    Nasional
    Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

    Pimpinan MPR Temui Jusuf Kalla untuk Bincang Kebangsaan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com