Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Apa Kabar Tim Pemburu Koruptor?

Kompas.com - 22/07/2011, 07:25 WIB

Berdasarkan MLA yang disepakati, lanjut Hikmahanto, penegak hukum Indonesia dapat meminta bantuan penegak hukum negara partnernya untuk melakukan tugas penegak hukum seperti mendapatkan keterangan, menyampaikan surat panggilan pemeriksaan, maupun mencari lokasi si terduga koruptor itu di negara partner tersebut. "Jadi bukan polisi kita bisa nyari di sana ya, bukan, tidak bisa. Itu otoritas setempat," ungkap Hikmahanto.

Namun sayangnya, lanjut dia, selama ini negara-negara partner MLA cenderung tidak responsif untuk membantu Indonesia. "Karena mereka (negara partner) pikir, apa keuntungannya mencari orang yang tidak memiliki kepentingan dengan mereka, menghabiskan waktu dan biaya juga," tambahnya.

Oleh karena itulah, diperlukan langkah-langkah lain seperti bekerjasama dengan interpol. "Ada yang namanya kerjasama antar polisi sedunia. Polisi negara tertentu, butuh orang yang lari ke luar negeri, diterbtitkanlah red notie," katanya.

Selain itu, menurut Hikmahanto, pemulangan terduga korupsi ke Indonesia dapat dilakukan melalui perjanjian ekstradisi yang telah diratifikasi kedua negara. Dia menambahkan, perjanjian ekstradisi tidak serta merta mampu memulangkan terduga korupsi tersebut. Sebab, orang yang diminta untuk dipulangkan itu dapat melakukan perlawanan hukum jika merasa keberatan.

"Jadi, perjanjian ekstradisi tidak terlalu signifikan, mereka bisa melakukan perlawanan hukum misalnya dengan banding, tidak ingin dipulangkan ke Indonesia dengan alasan takut didiskriminasikan, atau penjara di Indonesia rentan HIV/AIDS lah," papar Hikmahanto

Terobosan

Baik MLA, permintaan deportasi, maupun perjanjian ekstradisi di atas tidak dapat digunakan sebelum penegak hukum menemukan lokasi keberadaan si buronan. Menemukan lokasi si buronan, kata Hikmahanto, merupakan hal utama yang harus dilakukan. Namun seringkali pencarian menjadi terkendala karena penegak hukum berada di negara lain yang bukan yurisdiksinya.

Oleh karena itu, menurutnya, dibutuhkan suatu terobosan dalam mencari lokasi si buronan dengan menggunakan jasa detekfi swasta. "Detektif swasta tidak akan melanggar yurisdiksi karena tidak membawa terkait institusi tertentu," ujar dia.

"Detektif swasata mencari lokasi orang itu, sampaikan ke pemerintah Indonesia lalu pemerintah Indonesia sampaikan ke negara di mana pelaku itu berada, dan aparat setempat menangkapnya. Makanya saya bilang butuh kecerdasan," kata Hikmahanto.

__________________________________ Baca juga: Singapura dan Koruptor Indonesia

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Saat 'Food Estate' Jegal Kementan Raih 'WTP', Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Saat "Food Estate" Jegal Kementan Raih "WTP", Uang Rp 5 Miliar Jadi Pelicin untuk Auditor BPK

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com