Yogyakarta, Kompas -
”Asal tertib dan tidak mengganggu perjalanan Presiden, silakan saja. Saya mohon masyarakat bisa mengendalikan diri dan tidak anarkis,” ucapnya, Selasa di Kepatihan, Yogyakarta.
Dalam rangka menyambut kedatangan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, beberapa
Aksi ”Sejuta Ketapel” diikuti berbagai kelompok, seperti Kawulo Ngayogyakarta Hadiningrat, Forum Persaudaraan Umat Beriman (FPUB) Yogyakarta, Aliansi Buruh Yogyakarta, dan Sekretariat Bersama Gabungan Masyarakat Pendukung Keistimewaan DIY (Sekber Gamawan). Dalam aksi itu, demonstran laki-laki membawa ketapel, sementara demonstran wanita membawa panah dengan kostum Srikandi.
Sekitar pukul 15.30, demonstran bergerak dari Alun-alun Utara, Keraton Yogyakarta, menuju Gedung Agung. Namun, ketika sampai di Gapura Pangurakan (pintu masuk kompleks keraton), mereka ditahan tiga lapis barikade polisi.
Sampai di Gapura Pangurakan, Ketua Sekretariat Bersama Gabungan Masyarakat Pendukung Keistimewaan DIY Widihasto Wasana Putra menggelar orasi. ”Kehadiran Presiden seharusnya memperlihatkan sosok Presiden yang sebenarnya. Kalau tidak berani menemui rakyat, berarti Susilo Bambang Yudhoyono tak layak disebut presiden,” ucapnya.
Dalam orasi, Widihasto juga mengungkapkan kekecewaannya terhadap macetnya pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) Yogyakarta di Komisi II DPR. Pada pukul 16.07, massa kembali merangsek mendekati Gedung Agung. Namun, setelah maju sekitar 10 meter, massa kembali dihadang barikade polisi, termasuk beberapa polisi yang menenteng senapan pelontar gas air mata.
Kemarin, Presiden tiba di Bandara Adisutjipto dan langsung menuju Purworejo untuk berziarah ke makam almarhum Letnan Jenderal (purn) Sarwo Edhi Wibowo. Selanjutnya, Presiden menuju Akademi Militer TNI Angkatan Darat di Magelang untuk melantik para perwira lulusan Akademi Militer TNI AD, Kamis (14/7).