Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

SBY Ingin Anas Tetap Pimpin Demokrat

Kompas.com - 11/07/2011, 21:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Presiden ke-6 RI, menginginkan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tetap memimpin partai yang ia dirikan. Yudhoyono mengemukakan hal itu terkait rumor bahwa Partai Demokrat akan menggelar kongres luar biasa (KLB) pada rapat koordinasi nasional partai pada akhir Juli. KLB tersebut dikatakan akan memilih ketua umum yang baru.

"Saya pastikan, Partai Demokrat tidak merencanakan kongres luar biasa seperti itu. Ini jelas adu domba. Seolah ada unsur pimpinan Partai Demokrat yang mengusulkan kepada saya untuk menggelar kongres luar biasa dan kemundian menurunkan Ketua Umum Anas Urbaningrum. Usulan dan permintaan seperti itu tidak ada," kata Yudhoyono kepada wartawan usai menggelar pertemuan dengan unsur pimpinan Partai Demokrat di kediamannya di Puri Cikeas Indah, Bogor, Senin (11/7/2011).

Yudhoyono mengatakan, pada rakornas mendatang, Partai Demokrat akan melakukan konsolidasi serta menentukan langkah yang perlu dilakukan dalam menghadapi perkembangan politik terkini. "Dalam rapat koordinasi yang kami persiapkan, Partai Demokrat akan melakukan langkah koreksi terhadap sejumlah kecil kader yang ternyata melakukan perbuatan tercela, yaitu korupsi, yang tentu saja mesti mendapatkan sanksi yang tegas dan nyata," tuturnya.

Pada rakornas mendatang, menurut Yudhoyono, Partai Demokrat juga akan membahas langkah untuk mendisiplinkan kader partai yang dinilai tidak patuh pada etika dan disiplin partai. "Partai Demokrat tak ingin karena nila setitik, rusak susu sebelanga. Partai Demokrat, dengan sadar dan penuh tanggung jawab, akan mendisiplinkan, menertibkan, dan menindak kader yang tidak benar," katanya.

Kabar mengenai adanya sejumlah pihak yang ingin agar KLB digelar merebak setelah pesan singkat (SMS) dari Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Marzuki Alie kepada Yudhoyono bocor. SMS dari Marzuki Alie tersebut isinya melaporkan, bahwa dirinya mendapat banyak SMS dari elite Partai Demokrat yang saling memojokkan. Dalam SMS tersebut, Marzuki juga menjelaskan bahwa manajemen Partai Demokrat sudah tak efektif lagi. Apa pun perintah pimpinan Partai Demokrat sudah tidak dipatuhi lagi oleh elite Partai Demokrat. Marzuki juga menyebutkan, terjadi degradasi menuju kehancuran partai karena ulah kader yang juga diprovokasi media.

Sejumlah pengamat berpandangan, SMS Marzuki menunjukkan telah terjadi perpecahan di tubuh partai bentukan Presiden Yudhoyono tersebut. Pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia Burhanuddin Muhtadi menilai, SMS dari Marzuki Alie itu terkesan menunjukkan bahwa Ketua DPR itu memakai strategi dua wajah. Di hadapan publik, katanya, Marzuki menyatakan, kegiatan Rakornas Partai Demokrat yang akan dilaksanakan bukan untuk mendorong kongres luar biasa (KLB), tetapi di belakang layar melakukan gerilya politik. Rakornas Partai Demokrat rencananya akan dilaksanakan pada 21 Juli 2011.

"Gerilya politik yang dilakukan Marzuki yakni apa yang di-SMS-kan kepada Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat dengan menyebut penyelamatan partai atas kegagalan manajemen partai," tutur Burhanuddin.

Dalam SMS-nya, kata Burhanuddin, Marzuki tidak menyebutkan bentuknya, tetapi saat ini sudah berembus isu di kalangan kader pengurus Partai Demokrat baik di tingkat pusat maupun tingkat daerah tentang upaya menggulirkan KLB pada rakornas mendatang.

Burhanuddin menilai, Marzuki sepertinya ingin mengail di air keruh dengan memanfaatkan isu Muhammad Nazaruddin dan konflik antarkader terkait isu Nazarruddin dan Andi Nurpati. "Dengan mengirimkan SMS tersebut, Marzuki berupaya mencari simpati dari Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, dengan mengesankan kisruh yang terjadi saat ini antara faksi Anas Urbaningrum dan faksi Andi Mallarangeng," katanya.

Sementara itu, pengamat politik dari Charta Politika, Yunarto Wijaya, menilai, bukan tidak mungkin Marzuki berupaya memancing di air keruh. Menurut dia, Marzuki meskipun merasa senior, seharusnya mengikuti proses komunikasi bottom up, yakni berkomunikasi lebih dulu dengan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, bukan langsung kepada Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat. "Harus dipertanyakan mengapa SMS dari Marzuki itu bocor ke media massa, apakah disengaja atau tidak," ujarnya.

Jika SMS itu sengaja dibocorkan, menurut Yunarto, substansi yang ingin ditunjukkan adalah benar ada konflik di luar kubu Marzuki sehingga pantas untuk diselesaikan. Persoalan di internal Partai Demokrat, katanya, adalah bagaimana agar komunikasi dilakukan satu atap dan satu pintu. "Sebenarnya tidak boleh ada SMS seperti ini yang keluar, karena menunjukkan adanya konflik. Kalau sampai SMS itu sengaja dibocorkan, patut dicurigai adanya niat tertentu," kata Yunarto.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Parpol KIM Disebut Setuju Ridwan Kamil Maju Pilkada Jakarta, Airlangga: Dia Waketum Golkar

    Parpol KIM Disebut Setuju Ridwan Kamil Maju Pilkada Jakarta, Airlangga: Dia Waketum Golkar

    Nasional
    Masjid Istiqlal Terima 50 Sapi Kurban, Ada dari Jokowi, Prabowo, dan Megawati

    Masjid Istiqlal Terima 50 Sapi Kurban, Ada dari Jokowi, Prabowo, dan Megawati

    Nasional
    Menag: Ibadah Kurban Momentum Sembelih Sifat Egois, Rakus, dan Mementingkan Diri Sendiri

    Menag: Ibadah Kurban Momentum Sembelih Sifat Egois, Rakus, dan Mementingkan Diri Sendiri

    Nasional
    Golkar Tak Khawatir Ridwan Kamil Kalah Start dari Anies pada Pilkada Jakarta

    Golkar Tak Khawatir Ridwan Kamil Kalah Start dari Anies pada Pilkada Jakarta

    Nasional
    Hari Raya Idul Adha, Jokowi: Berkurban Ekspresi Rasa Syukur dan Ikhlas

    Hari Raya Idul Adha, Jokowi: Berkurban Ekspresi Rasa Syukur dan Ikhlas

    Nasional
    Wapres Ma'ruf Serahkan Sapi Kurban Jokowi 1,3 Ton ke Masjid Istiqlal

    Wapres Ma'ruf Serahkan Sapi Kurban Jokowi 1,3 Ton ke Masjid Istiqlal

    Nasional
    Wapres Ma'ruf Amin Shalat Idul Adha di Masjid Istiqlal, JK, Sandiaga, Zulhas, dan AHY Hadir

    Wapres Ma'ruf Amin Shalat Idul Adha di Masjid Istiqlal, JK, Sandiaga, Zulhas, dan AHY Hadir

    Nasional
    Momen Jokowi 'Ngevlog' Sambil Cicipi Mi Pedas di Semarang

    Momen Jokowi "Ngevlog" Sambil Cicipi Mi Pedas di Semarang

    Nasional
    Prabowo Subianto Akan Shalat Idul Adha di Hambalang

    Prabowo Subianto Akan Shalat Idul Adha di Hambalang

    Nasional
    Jokowi Shalat Idul Adha di Semarang, Wapres Ma'ruf di Jakarta

    Jokowi Shalat Idul Adha di Semarang, Wapres Ma'ruf di Jakarta

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] TWK KPK Diduga untuk Gagalkan Penangkapan Harun Masiku | Yusril Bantah Copot Afriansyah Noor

    [POPULER NASIONAL] TWK KPK Diduga untuk Gagalkan Penangkapan Harun Masiku | Yusril Bantah Copot Afriansyah Noor

    Nasional
    Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

    Idul Adha 2024, Ma'ruf Amin Ajak Umat Islam Tingkatkan Kepedulian Sosial dan Saling Bantu

    Nasional
    Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

    Jokowi, Megawati, hingga Prabowo Sumbang Hewan Kurban ke Masjid Istiqlal

    Nasional
    KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

    KIM Disebut Setuju Usung Ridwan Kamil di Pilkada Jakarta, Golkar: Lihat Perkembangan Elektabilitasnya

    Nasional
    Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-'reshuffle' Kapan Pun

    Isu Perombakan Kabinet Jokowi, Sandiaga: Saya Siap Di-"reshuffle" Kapan Pun

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com