"Dia (Hasan) bawa laptop, dia bilang, 'Om ini saya disuruh untuk membuat konsep jawaban atas pertanyaan KPU'. Saya sudah timbul kecurigaan, saya tanya 'Kenapa kamu yang buat surat jawabannya, bukan panitera?'. Dia (Hasan) menjawab, 'saya disuruh'," tutur Arsyad.
"Saya langsung peringatkan, kamu jangan coba-coba menambah atau mengubah isi amar putusan (MK)," sambung Arsyad.
Arsyad membantah pernyataan tim investigasi MK yang menyatakan bahwa saat itu Hasan menunjukkan konsep surat putusan MK kepadanya. Menurutnya, Hasan hanya sekadar bertanya, dan tak lebih dari itu. Ia menegaskan, tak mungkin ia menyuruh Hasan membuat surat jawaban putusan MK yang tidak sesuai dengan amar putusan di sidang. Ia pun mengatakan bahwa saat itu memang di rumahnya juga ada Dewi Yasin Limpo. Namun, Dewi yang telah dianggapnya sebagai keluarga tak ikut dalam pembicaraan Arsyad dan Hasan.
"Itu benar, Dewi Yasin datang, tapi dia tidak berbaur, tidak nimbrung untuk bicara ini. Dia datang tidak ada niat menggoda-goda saya untuk mengubah jawaban MK ini. Hina saya kalau saya ikut-ikutan buat surat palsu itu" tegasnya.
Selain itu, Arsyad juga membeberkan mengenai Zainal Arifin yang saat itu menjadi panitera MK. Menurutnya, Zainal pernah mengejarnya di lobi MK dan menanyakan surat jawaban putusan untuk Dewi Yasin Limpo. Tetapi, Arsyad tak mengingat tanggal pada hari itu. Ia pun menolak dikatakan menelepon Zainal. Ia merasa tak pernah menghubungi Zainal, justru Zainal yang mengejarnya saat itu.
"Zainal Arifin kejar saya di MK dan menanyakan ke saya, 'Pak Arsyad ini putusan Dewi Yasin Limpo diapakan?' Saya jawab, ini kewenangan Anda (Zainal Arifin). Tapi, isi putusan jangan coba-coba Saudara mengubah titik koma saja, itu menjual MK," tukas Arsyad.
Pengakuan staf MK
Cerita versi Arsyad dan Neshawati berbeda dengan versi para staf MK. Muhammad Faiz, staf MK yang ditugaskan Zainal untuk mengetik nota dinas (surat pengantar) surat putusan MK saat itu sempat mendengar juru panggil MK, Masyhuri Hasan, menyebut nama Arsyad yang meminta menambahkan kata "penambahan suara".
"Terjadi perdebatan antara saya dan Hasan. Hasan mengatakan ada penambahan kata 'penambahan suara'. Tapi, saya tidak langsung menjawab, saya harus lihat amar putusan. Di amar putusan, sudah jelas. Tapi, kenapa dia (Hasan) bisa tanya seperti itu, saya sempat berpikir egois, dia kan hanya seorang juru panggil. Saya menjelaskan kepada Hasan bahwa jika ada 'penambahan suara' berarti sudah jelas akan ada penggelembungan suara. Setelah itu saya mendengar keluhan dia, katanya ini maunya Pak Arsyad. Saat dia (Hasan) mengatakan itu, ia semacam terdesak," tutur Faiz di hadapan Panja Mafia Pemilu, Kamis (30/06/2011).
Nama Arsyad bukan hanya sekali disebutkan. Zainal juga mengatakan pernah ditelepon Arsyad pada Minggu, 16 Agustus 2009, sebanyak dua kali. "Pertama hari Minggu 16 Agustus 2009 sekitar jam 12 saya ditelepon Arsyad. Ia menanyakan 'Apakah pada putusan MK Nomor 084 tentang Dapil Sulawesi Selatan 1 apa penambahan suara?' Saya jawab tidak, karena putusan itu menetapkan jumlah perolehan suara. Suara yang benar menurut MK. Itu saya sampaikan," ujar Zainal.