Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Polisi Periksa Arsyad dan Neshawaty

Kompas.com - 01/07/2011, 13:59 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Arsyad Sanusi, dan putrinya, Neshawaty Zulkarnain, memenuhi penggilan pemeriksan penyidik di Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (1/7/2011).

Ayah dan anak ini diperiksa sebagai saksi kasus surat palsu MK. Keduanya tiba di Bareskrim sekitar pukul 09.00 WIB, menaiki mobil Pajero berwarna merah bernomor polisi B 44 MAS.

Arsyad mengenakan stelan jas abu-abu dan Neshawaty juga mengenakan blazer dengan warna yang sama lengkap dengan kerudung berwarna senada. Tak banyak pernyataan yang disampaikan ayah dan anak ini. "Iya (diperiksa) untuk melengkapi saja. Iya berdua (dengan bapak)," ujar Neshawaty.

Tampak Arsyad diarahkan petugas masuk ke ruang tunggu di Bareskrm. "Good morning. Sudah seperti selebriti saja," kata Arsyad saat kamera wartawan menyorot wajahnya.

Kasus dugaan pemalsuan surat MK itu berawal pada Agustus 2009. Pada 14 Agustus 2010, KPU mengirimkan surat kepada MK untuk menanyakan pemilik kursi DPR di Dapil I Sulawesi Seltan, yang diperebutkan Dewi Yasin Limpo dari Partai Hanura dan Mestariani Habie dari Partai Gerindra.

Lalu, MK mengirimkan surat Nomor 112/PAN MK/2009 tanggal 17 Agustus 2009, yang berisi penjelasan bahwa pemilik kursi yang ditanyakan KPU jatuh kepada Mestariani Habie.

Anehnya, rapat pleno KPU justru memutuskan bahwa kursi tersebut diberikan kepada Dewi Yasin Limpo, dengan landasan Surat MK, 112/PAN MK/2009 tanggal 14 Agustus 2009, yang diterima melalui mesin faksimile.

Setelah diinvestigasi, MK mengetahui bahwa surat tanggal 14 Agustus 2009 yang dipakai KPU untuk memutuskan Dewi Yasin Limpo sebagai pemegang kursi DPR tersebut adalah palsu.

Pada 12 Februari 2010, pihak MK menyerahkan surat aduan ke Bareskrim dengan menyebutkan nama mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Andi Nurpati. Belakangan Ketua MK, Mahfud MD, mengungkapkan dugaan keterlibatan sejumlah nama pemalsuan surat MK ini, seperti Arsyad Sanusi, mantan staf panitera MK Masyhuri Hasan, dan Dewi Yasin Limpo.

Berdasarkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirimkan penyidik Bareskrim ke Kejaksaan Agung, maka Masyhuri Hasan dan sejumlah rekannya resmi berstatus tersangka terhitung 28 Juni 2011. Masyhuri Hasan dan rekannya dituduh sebagai pelaku pemalsuan surat MK.

Sebelumnya, Wakil Kabareskrim Irjen Pol Mathius Salempang menegaskan bahwa penetapan tersangka terhadap internal MK akan berkembang pada pelaku lainnya.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

    Dilema PDI-P di Pilkada Jakarta: Gabung PKS atau Buat Koalisi Baru

    Nasional
    Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

    Jelang Pilkada, Baharkam Polri Minta Jajaran Petakan Kerawanan dan Mitigasi Konflik

    Nasional
    PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

    PPATK Ungkap Lebih dari 1.000 Anggota Legislatif Main Judi Online

    Nasional
    Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

    Bawaslu Luncurkan Posko Kawal Hak Pilih Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

    KY Terima Laporan KPK terhadap Majelis Hakim Perkara Gazalba Saleh

    Nasional
    Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

    Belum Sentuh Bandar, Satgas Pemberantasan Judi Online Dianggap Mengecewakan

    Nasional
    Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

    Mempermainkan Hukum sebagai Senjata Politik

    Nasional
    KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

    KPK Duga Korupsi Bansos Presiden Rugikan Negara Capai Rp 125 Miliar

    Nasional
    Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

    Jadi Tersangka Korupsi, Eks Sestama Basarnas Mundur dari Kepala Baguna PDI-P

    Nasional
    KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

    KY Prioritaskan Laporan KPK terhadap Majelis Hakim yang Bebaskan Gazalba Saleh

    Nasional
    PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

    PPATK Catat Perputaran Dana terkait Pemilu 2024 Senilai Rp 80,1 T

    Nasional
    Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

    Anggota DPR Sebut PPATK Macan Ompong karena Laporan Tak Ditindaklanjuti Penegak Hukum

    Nasional
    KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

    KPK Sebut Kasus Bansos Presiden Terungkap Saat OTT Kemensos yang Seret Juliari

    Nasional
    PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

    PDN Diretas, Ombudsman: Yang Produksi Ransomware Ini Harus Dicari dan Ditangkap

    Nasional
    KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

    KPK Duga Pengadaan Lahan di Rorotan oleh Perumda Sarana Jaya Rugikan Negara Rp 200 Miliar

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com