Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perkuat Pemantauan TKI

Kompas.com - 24/06/2011, 04:57 WIB

Jakarta, Kompas - Pemerintah harus memperkuat pemantauan tenaga kerja Indonesia sejak awal bekerja di luar negeri untuk melindungi mereka dari perlakuan sewenang-wenang pengguna jasa. Perlu dilaporkan identitas setiap TKI dan calon pengguna jasa dengan alamat lokasi kerja sejak awal.

Kementerian Luar Negeri juga semestinya mau memberikan kekebalan diplomatik kepada lebih banyak pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang bertugas di perwakilan RI di luar negeri untuk mempermudah akses pengawasan.

Keputusan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menempatkan atase hukum dan hak asasi manusia di luar negeri sesuai usulan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Patrialis Akbar juga patut diapresiasi.

Analis kebijakan Migrant Care, organisasi non-pemerintah yang aktif membela hak buruh migran, Wahyu Susilo, di Jakarta, Kamis (23/6), mengatakan, diplomat Indonesia semestinya memantau TKI sejak awal mereka datang bekerja di luar negeri. Artinya, pemerintah terus membangun komunikasi dua arah dengan mereka sambil memantau beban kerja dan pelaksanaan kewajiban pengguna jasa agar dapat mendeteksi potensi konflik atau masalah sejak awal.

”Orientasi politik luar negeri kita hanya untuk hal-hal positif sehingga atase perdagangan ada di mana-mana, sementara atase tenaga kerja sangat terbatas dengan status diplomatik yang tidak leluasa mengakses TKI atau pejabat setempat,” ujarnya.

Dukung moratorium

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam jumpa pers di Kantor Presiden, Kamis, meminta semua pihak mendukung keputusan pemerintah yang melakukan moratorium pengiriman TKI ke Arab Saudi. Moratorium ini diberlakukan sampai terbentuknya perjanjian atau kesepakatan antara Arab Saudi dan Indonesia yang menjamin perlindungan hak pekerja.

”Saya minta, berkaitan dengan moratorium ini, warga negara Indonesia patuh, mendukung, dan tidak berupaya sendiri-sendiri mencari jalan pintas untuk nekat,” kata Yudhoyono. Hadir dalam jumpa pers itu, antara lain, Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar, serta Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.

Ruyati binti Satubi (54), TKI di Arab Saudi, dieksekusi mati di Riyadh, Sabtu lalu. Warga Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, itu dinyatakan terbukti membunuh majikannya pada 12 Januari 2010. Pemerintah menyatakan mendampingi Ruyati sejak kasusnya pertama kali muncul dan selama proses persidangan. Pemerintah memprotes eksekusi mati yang dilakukan tanpa memberi tahu perwakilan Indonesia.

Sehari sebelum jumpa pers di Kantor Presiden, Muhaimin mengumumkan keputusan penghentian sementara penempatan TKI ke Arab Saudi per 1 Agustus 2011. Menurut Muhaimin, TKI yang sudah siap dan memenuhi persyaratan tetap boleh berangkat sebelum 1 Agustus.

Yudhoyono juga menyatakan tengah mempersiapkan surat untuk Kepala Negara Arab Saudi Raja Abdullah bin Abdul Aziz. Salah satu substansi surat itu adalah protes dari Yudhoyono. ”Protes keras saya selaku Kepala Negara Indonesia atas eksekusi Ruyati yang menabrak kelaziman, norma, dan tata krama internasional dengan tak memberi tahu pihak Indonesia,” ucapnya.

Isi lain dalam surat tersebut adalah pernyataan bahwa hubungan bilateral antara Indonesia dan Arab Saudi dalam keadaan baik, minus kasus-kasus serta persoalan TKI. Surat berisi pula ucapan terima kasih atas kesediaan Arab Saudi memenuhi permintaan Indonesia, beberapa waktu lalu, yang disampaikan oleh Menteri Hukum dan HAM sehingga ratusan TKI mendapatkan pembebasan tanpa syarat. ”Secara moral saya wajib mengucapkan terima kasih,” tuturnya.

Untuk memperbaiki kinerja membela WNI yang terancam hukuman mati di luar negeri, Presiden juga membentuk satuan tugas khusus. Presiden juga membentuk atase hukum dan HAM di kedutaan Indonesia yang berada di negara dengan jumlah TKI besar. Atase ini terutama bertugas membantu penanganan kasus-kasus hukum yang dialami TKI.

TKI berjuang sendiri

Wahyu menambahkan, pelitnya Kemlu memberikan status diplomatik bagi pejabat Kemennakertrans yang ada di kedutaan atau konsulat jenderal RI juga menjadi sumber miskoordinasi Kemlu, Kemennakertrans, serta Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia.

Pejabat perwakilan RI di luar negeri lebih responsif saat melayani tamu resmi dari Indonesia. Padahal, mereka semestinya juga meluangkan lebih banyak waktu untuk memantau TKI.

Kondisi ini membuat TKI seperti dibiarkan berjuang sendirian sejak tiba di negara penempatan dan pemerintah baru berperan saat masalah muncul. Keterbatasan jumlah tenaga juga membuat staf perwakilan memakai pendekatan pragmatis dalam menangani persoalan.

Saat dimintai konfirmasi, Kepala Pusat Hubungan Masyarakat Kemennakertrans Suhartono memaparkan, Kemennakertrans hanya memiliki atase tenaga kerja di Riyadh, Arab Saudi; Kuala Lumpur, Malaysia; Abu Dhabi, Uni Emirat Arab; dan Kuwait. Adapun di Jeddah, Arab Saudi; Hongkong; Qatar; Jordania; Suriah; Korea Selatan; Singapura, dan Brunei hanya berstatus staf teknis tenaga kerja.

”Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, mereka seharusnya berstatus atase. Peningkatan status diplomatik ini penting untuk mempermudah akses pengawasan dan perlindungan TKI,” ujar Suhartono.

Juru Bicara Kemlu Michael Tene menegaskan, pada prinsipnya pengabaian yang dilakukan oleh aparat kedutaan besar RI terhadap permintaan bantuan dari para TKI yang tengah menghadapi masalah hukum sangat tidak bisa ditoleransi dan dibenarkan.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (Apjati) Rusdi Basalamah meminta pemerintah memulai pembenahan masalah dalam negeri dengan menyinkronkan regulasi penempatan dan perlindungan TKI.

Pemerintah harus menata ulang dan menegaskan peranan setiap kementerian dan lembaga negara yang berkaitan dengan TKI. Masalah krusial lain yang harus diselesaikan segera adalah perekrutan calon TKI. Hampir 70 persen masalah TKI berakar dari perekrutan dengan pengawasan yang buruk.

(DWA/NDY/ATO/IAM/NWO/HAM)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com