Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Rosita yang Lolos dari Hukuman Pancung

Kompas.com - 23/06/2011, 15:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Rosita Siti Saadah (29), seorang tenaga kerja wanita asal  Indonesia, yang berhasil lolos dari ancaman hukuman pancung di Persatuan Emirat Arab (PEA), kini bernapas lega. Setelah 20 bulan ditahan di Fujariah, seorang petugas kepolisian membebaskan dan memberikannya tiket pesawat untuk kembali ke Tanah Air. Rosita lantas menggunakan tiket tersebut untuk pulang dan tiba di Indonesia pada 12 Juni 2011. Padahal, saat itu proses pengadilan terhadap kasus persekongkolan pembunuhan yang menjerat Rosita belum sampai pada vonis hakim. Rosita dituduh melakukan persekongkolan untuk membunuh rekannya, sesama pembantu rumah tangga asal Indonesia yang sama-sama bekerja pada Yaser Hasan Mohamed Saif Al Abd.

Dia juga dituduh berpacaran dengan anak majikannya yang bernama Abdalla. Kisah ini dituturkan Rosita kepada para pewarta dalam sebuah diskusi di Kantor Solidaritas Perempuan, Jakarta, Kamis (23/6/2011).

Rosita mengungkapkan, kisah berawal saat Rosita dituduh membunuh rekannya. Padahal,  dia tidak melakukan perbuatan tersebut. "Yang membunuh itu sebenarnya anak laki-laki majikan saya sama dua temannya," kata Rosita.

Peristiwa pembunuhan itu terjadi sekitar 15 Oktober 2009 atau setelah empat bulan dia bekerja pada Yaser. Pada malam itu, kata Rosita, masuk tiga orang laki-laki ke kamar para pembantu rumah tangga. Seorang lelaki mematikan lampu kemudian mendekap Rosita dan rekannya. Lelaki yang mendekap Rosita mengancam akan membunuhnya jika dia berteriak.

"Saya diam saja, tidak lama mereka pergi," katanya.

Setelah para lelaki itu pergi, Rosita lantas membangunkan rekannya yang tampak tertidur. Namun, rekannya itu tidak juga bangun. Rosita mengira rekannya itu telah dibunuh. Ia lantas berteriak memanggil majikannya.

"Baba, Madam, tolong, saya takut," kata Rosita, mengisahkan kejadian yang dialaminya.

Alih-alih bertanya kepada Rosita, majikannya justru memanggil polisi yang kemudian menggiring Rosita ke dalam tahanan. "Di (kantor) polisi saya ditahan, dipukuli, disuruh mengaku, tapi saya tidak mengaku, tidak boleh istirahat. Selama lima hari enggak boleh tidur," ucap ibu beranak satu itu.

Terus didesak, lanjutnya, Rosita akhirnya mengaku telah berpacaran dengan anak majikan yang telah membunuh rekannya itu. Ia mengungkapkan hal itu dengan harapan polisi turut menyeret anak majikannya itu ke penjara.

"Akhirnya dia (anak majikannya) diperiksa. Dia mengaku bunuh," ujar Rosita.

Meski demikian, pengadilan tetap menuduh Rosita bersekongkol melakukan pembunuhan dan melakukan perbuatan zina dengan berpacaran. "Saya kena tuduhan boyfriend, punya pacar," ujarnya.

Setelah sepuluh bulan mendekam dalam tahanan, lanjut Rosita, akhirnya dia menjalani persidangan. Selama tiga kali disidang, Rosita mengaku tidak didampingi siapa pun, termasuk bantuan hukum dari KBRI. Bantuan hukum dari KBRI baru datang pada sidang keempatnya.

"Karena saya belum paham bahasa Arab, saya minta penerjemah dan pengacara," kata Rosita.

Akhirnya, pada Mei 2011 vonis terhadap Rosita dibacakan. Ia dinilai terbukti berpacaran dengan anak majikannya sehingga harus menjalani hukuman enam bulan penjara. Namun, putusan atas tuduhan persekongkolan pembunuhan yang juga dituduhkan kepada Rosita, belum jelas.

"Kalau yang pembunuhan belum ada putusan. Tanggal 14 Juni harusnya masih ada sidang, tapi Rosita sudah di Indonesia," ujar Staf Penanganan Kasus Buruh Migran Solidaritas Perempuan, Vicky Sylvanie, yang mendampingi Rosita.

Pembebasan Rosita tanpa alasan. Demikian pula dengan status hukum Rosita saat ini. "Semua serba tidak jelas karena memang enggak ada berita resminya. Yang pasti tanggal 12 Juni dia sampai di Indonesia," ujar Vicky.

Kendati demikian, Rosita merasa bersyukur bisa kembali berkumpul dengan anak dan suaminya di Karawang. Dia tidak ingin kembali ke Emirat Arab jika suatu hari diminta untuk menjalani proses persidangan lagi.

"Kalau Rosita dimintai saksi meringankan maupun memberatkan, jelas kami menolak," ujar Vicky.

Hanya saja, Vicky berharap agar Pemerintah Emirat Arab menerangkan status hukum Rosita melalui Kementerian Luar Negeri. "Kita menuntut hak Rosita untuk mengetahui status hukumnya," ucap Vicky.

Ia menambahkan, merupakan suatu keanehan karena pihak KBRI tidak mengetahui bahwa Rosita telah kembali ke Tanah Air. "Tanggal 14 Juni kami ke Kemenlu, orang Kemenlu-nya menelepon Konjen di sana, Konjen-nya bilang, Rosita masih di Emirat Arab, padahal ini sudah sampai ke sini," tutur Vicky.

Becermin dari kisah Rosita tersebut, Vicky berharap agar pemerintah, terutama KBRI, lebih memerhatikan nasib warga negaranya yang menjadi buruh migran itu. Kisah Rosita juga memperlihatkan buruknya koordinasi Pemerintah Indonesia dengan Persatuan Emirat Arab.

"Untung enggak tahu dia (Rosita) pulang. Kalau enggak, dia dipancung," kata Vicky.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

Nasional
MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

Nasional
Paradoks Sejarah Bengkulu

Paradoks Sejarah Bengkulu

Nasional
Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

Nasional
Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Menkes: Indonesia Kekurangan 29.000 Dokter Spesialis, Per Tahun Cuma Produksi 2.700

Nasional
Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Kepala Bappenas: Progres Pembangunan IKN Tahap 1 Capai 80,82 Persen

Nasional
Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Hakim MK Cecar KPU RI Soal Ubah Aturan Tenggat Waktu Rekapitulasi Suara Pileg

Nasional
Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Pakar Hukum: PTUN Bisa Timbulkan Preseden Buruk jika Kabulkan Gugatan PDI-P

Nasional
Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Gerindra: Pak Prabowo Bisa Jadi Presiden Terpilih berkat Doa PKS Sahabat Kami

Nasional
Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Pakai Pelat Palsu Anggota DPR, Pemilik Alphard dalam Kasus Brigadir RAT Bakal Dipanggil MKD

Nasional
Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Jokowi Soroti Banyak Program Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Nasional
KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

KPK Tak Hadir, Sidang Gugatan Status Tersangka Gus Muhdlor Ditunda

Nasional
Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Sebut Prabowo Tak Miliki Hambatan Psikologis Bertemu PKS, Gerindra: Soal Teknis Saja

Nasional
Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi 'Doorstop' Media...

Saat Jokowi Pura-pura Jadi Wartawan lalu Hindari Sesi "Doorstop" Media...

Nasional
Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Dampak UU DKJ, Usia Kendaraan di Jakarta Bakal Dibatasi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com