Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengamat: Putusan Moratorium Harus Didukung

Kompas.com - 23/06/2011, 13:17 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Pakar hukum internasional, Hikmahanto Juwana, mengatakan, keputusan pemerintah untuk melakukan pemberhentian sementara (moratorium) tenaga kerja Indonesia ke negara Timur Tengah patut didukung.

Hari ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dalam jumpa pers di Istana, Jakarta, telah memutuskan untuk melakukan moratorium pengiriman TKI sektor informal ke Arab Saudi, yang akan mulai diefektifkan per 1 Agustus 2011.

"Apalagi keputusan itu disertai dengan syarat akan dicabut hanya apabila Arab Saudi telah melakukan pembenahan terhadap perlindungan bagi TKI. Di samping itu, jika Arab Saudi telah menandatangani perjanjian bilateral untuk perlindungan TKI dengan Indonesia, keputusan ini berani dan berpihak pada kepentingan nasional Indonesia dan perlindungan TKI," ujar Hikamahanto kepada Kompas.com di Jakarta, Kamis (23/6/2011).

Dia menambahkan, keputusan tersebut harus juga mendapat pengawalan ketat dari masyarakat. Dia mengharapkan  para menteri dan kepala instansi terkait harus secara serius menjalankan arahan agar nantinya Presiden Yudhoyono tidak menuai kecaman dari publik ketika sistem tersebut tidak berjalan.

"Mengingat instansi pemerintah di bawah Presiden kerap mengendur pasca-sikap tegas dari Presiden, semua instansi terkait harus serius menjalani keputusan ini agar tidak terjadi hal-hal serupa di masa mendatang," katanya.

Sebelumnya, dalam jumpa pers di Istana, Presiden Yudhoyono juga mengatakan, moratorium tersebut harus dilakukan hingga Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi memiliki kesepakatan yang menjamin perlindungan, pemberian hak-hak, dan hal lain yang diperlukan para tenaga kerja Indonesia di negara tersebut.

Presiden juga menginstruksikan adanya pengawasan terhadap lembaga-lembaga pengirim tenaga kerja ke negara-negara penempatan. "Saya juga meminta, berkaitan dengan moratorium, para warga negara Indonesia untuk patuh dan tidak berupaya sendiri-sendiri, mencari jalan pintas untuk nekat," kata Presiden.

Seperti diberitakan, desakan moratorium ini mencuat setelah seorang tenaga kerja wanita (TKW) asal Indonesia, Ruyati, dihukum mati di Arab Saudi. Ruyati mengakui telah membunuh majikannya, Khairiya binti Hamid Mijlid. Pemerintah mengaku kecolongan dalam kasus tersebut. Pasalnya, eksekusi hukuman mati dilakukan tanpa pemberitahuan kepada Kedutaan Besar RI di Arab Saudi.

Setelah itu, berbagai kecaman datang dari sejumlah pihak. Kecaman diluapkan karena pemerintah dinilai lalai dalam menjamin keselamatan warga negaranya di luar negeri. Bahkan, pidato SBY dalam sidang ke-100 ILO di Swiss yang menyatakan mekanisme perlindungan pembantu rumah tangga (PRT) migran di luar negeri sudah berjalan, turut juga menuai kritik keras.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Mangkir Panggilan PTUN soal Gugatan Bintang 4, Pilih Hadiri Penyematan Bintang Bhayangkara Utama Polri

Prabowo Mangkir Panggilan PTUN soal Gugatan Bintang 4, Pilih Hadiri Penyematan Bintang Bhayangkara Utama Polri

Nasional
Respons Gerindra dan PAN Saat Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Menurun

Respons Gerindra dan PAN Saat Golkar Sebut Elektabilitas Ridwan Kamil di Jakarta Menurun

Nasional
Gerindra Tak Paksakan Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jakarta

Gerindra Tak Paksakan Ridwan Kamil Maju di Pilkada Jakarta

Nasional
Rangkaian Puncak Haji Berakhir, 295 Jemaah Dibadalkan

Rangkaian Puncak Haji Berakhir, 295 Jemaah Dibadalkan

Nasional
Gerindra: Memang Anies Sudah 'Fix' Maju di Jakarta? Enggak Juga

Gerindra: Memang Anies Sudah "Fix" Maju di Jakarta? Enggak Juga

Nasional
Alasan Polri Beri Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Utama ke Prabowo: Berjasa Besar

Alasan Polri Beri Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Utama ke Prabowo: Berjasa Besar

Nasional
Kuota Tambahan Haji Reguler Dialihkan ke Haji Plus, Gus Muhaimin: Mencederai Rasa Keadilan

Kuota Tambahan Haji Reguler Dialihkan ke Haji Plus, Gus Muhaimin: Mencederai Rasa Keadilan

Nasional
Polri Klaim Penyidik Tak Asal-asalan Tetapkan Pegi Setiawan Jadi Tersangka Pembunuhan 'Vina Cirebon'

Polri Klaim Penyidik Tak Asal-asalan Tetapkan Pegi Setiawan Jadi Tersangka Pembunuhan "Vina Cirebon"

Nasional
Menkominfo Janji Pulihkan Layanan Publik Terdampak Gangguan Pusat Data Nasional Secepatnya

Menkominfo Janji Pulihkan Layanan Publik Terdampak Gangguan Pusat Data Nasional Secepatnya

Nasional
Terdampak Gangguan PDN, Dirjen Imigrasi Minta Warga yang ke Luar Negeri Datangi Bandara Lebih Awal

Terdampak Gangguan PDN, Dirjen Imigrasi Minta Warga yang ke Luar Negeri Datangi Bandara Lebih Awal

Nasional
Kapolri Sematkan Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Utama ke Prabowo

Kapolri Sematkan Tanda Kehormatan Bintang Bhayangkara Utama ke Prabowo

Nasional
Dihukum 6 Tahun Bui, Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan Pertimbangkan Kasasi

Dihukum 6 Tahun Bui, Eks Sekretaris MA Hasbi Hasan Pertimbangkan Kasasi

Nasional
KPK Periksa Pengusaha Zahir Ali Jadi Saksi Kasus Pengadaan Lahan Rorotan

KPK Periksa Pengusaha Zahir Ali Jadi Saksi Kasus Pengadaan Lahan Rorotan

Nasional
Kominfo Masih Berupaya Pulihkan Gangguan Pusat Data Nasional yang Bikin Layanan Imigrasi Terganggu

Kominfo Masih Berupaya Pulihkan Gangguan Pusat Data Nasional yang Bikin Layanan Imigrasi Terganggu

Nasional
Bulog Mau Akuisisi Sumber Beras Kamboja, Mentan Minta Optimalkan Potensi Domestik

Bulog Mau Akuisisi Sumber Beras Kamboja, Mentan Minta Optimalkan Potensi Domestik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com