Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

23 TKI Terancam Mati

Kompas.com - 20/06/2011, 04:31 WIB

Jakarta, Kompas - Sebanyak 23 tenaga kerja Indonesia yang bekerja sebagai pekerja rumah tangga di Arab Saudi menghadapi ancaman hukuman mati. Hukuman mati itu sebenarnya dapat dihindarkan dengan langkah politik, seperti pernah dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid.

Selain hukuman mati Ruyati, kasus terakhir adalah Darsem binti Daud Tawar, TKI asal Kabupaten Subang, Jawa Barat. Dalam kasus Darsem, pemerintah lebih berkonsentrasi dalam pembayaran diyat (uang darah) ketimbang melakukan advokasi litigasi di peradilan atau diplomasi secara maksimal. ”Kami menuntut Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencopot pejabat yang bertanggung jawab atas kelalaian melindungi TKI,” ujar analis kebijakan Migrant Care, Wahyu Susilo, di Jakarta, Minggu (19/6).

Arab Saudi merupakan negara tujuan penempatan TKI terbesar kedua setelah Malaysia. Jumlah TKI di Arab Saudi berjumlah sedikitnya 1,5 juta orang, yang sebagian besar pekerja rumah tangga. Sebagian besar pekerja rumah tangga itu perempuan yang mengirim devisa sedikitnya 7,1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 61 triliun tahun 2010.

Sekretaris Jenderal Indonesian Employment Agency Association Djamal Aziz menyebutkan, hukuman mati juga pernah dialami Suli Kahanan Kadiran, TKI asal Malang, Jawa Timur, tahun 1993. ”Dengan kasus yang menimpa Ruyati, jelas diplomasi Pemerintah Indonesia dengan Kerajaan Arab Saudi tidak ada peningkatan dari tahun 1993,” kata Djamal.

Darsem, yang terbukti membunuh pengguna jasanya pada Desember 2007, lolos dari hukuman mati setelah ahli waris korban, Asim bin Sali Assegaf, bersedia memaafkan perbuatannya pada 7 Januari 2011. Keputusan ini tercapai berkat peranan Lajnah Islah (Komisi Jasa Baik untuk Perdamaian dan Pemberian Maaf) di Riyadh dengan uang diyat 2 juta real atau sekitar Rp 4,7 miliar.

”Untuk kasus Darsem, pemerintah masih terus berupaya mencari solusi soal pembayaran diyat Rp 4,7 miliar itu. Kami mencari dana dari anggaran bantuan sosial, masyarakat, dan semua pihak yang peduli dengan TKI. Pemerintah tidak pernah menganggarkan khusus uang untuk diyat seperti dalam kasus ini,” ujar Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Mohammad Jumhur Hidayat.

Langkah politik Gus Dur

Wahyu Susilo menuturkan, para TKI dapat selamat atau terhindar dari hukuman mati apabila ada langkah politik Pemerintah Indonesia, seperti dilakukan Presiden Abdurrahman Wahid tahun 1999. ”Karena perjuangan politik Gus Dur (Abdurrahman Wahid) kala itu, pembantu rumah tangga, Siti Zaenab, bisa terhindar dari hukuman mati,” tutur Wahyu.

Koordinator Aliansi TKI Sumenep, Madura, Jawa Timur, Rosinah, menilai, eksekusi mati terhadap Ruyati dapat dihindari jika pemerintah memiliki perjanjian menyangkut perlindungan TKI. ”Banyak TKI yang menjalani hukuman di Arab Saudi, tetapi yang diungkap oleh pemerintah hanya sedikit,” kata Rosinah.

Padahal, tambah anggota Komisi X DPR dari Fraksi PDI-P Rieke Diah Pitaloka, setiap ada TKI yang menjalani proses hukum di Arab Saudi, pemerintah setempat pasti mengirim pemberitahuan kepada Perusahaan Jasa TKI (PJTKI) yang menempatkan ke negara tersebut.

Bahkan, beberapa TKI di Arab Saudi, termasuk yang akan menjalani hukuman, akhirnya bebas karena PJTKI bersama pemerintah dan lembaga swadaya masyarakat mendekati Kerajaan Arab Saudi. ”Kami menunggu langkah politik Presiden,” kata Rieke. (ETA/HAM/WIN)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com