Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Negara Mengarah Kleptokrasi

Kompas.com - 14/06/2011, 03:15 WIB

Adnan Buyung juga mengakui, Indonesia bisa menjadi negara yang gagal sebab penyelenggara negaranya terbelit korupsi di berbagai level. Kondisi ini yang harus segera diatasi oleh pemerintah. Jangan biarkan aparatur negara semakin brutal melakukan korupsi di berbagai lini.

Masyarakat frustrasi

Koordinator Public Interest Lawyer Network (PIL-Net) Wahyu Wagiman secara terpisah, Senin di Jakarta, mengakui, masyarakat kini cenderung frustrasi atas tidak adanya jaminan keadilan yang dapat diberikan pemangku kekuasaan. Institusi peradilan, baik kepolisian, kejaksaan, pengadilan, maupun pemasyarakatan belum mampu diharapkan bekerja bersih, tanpa korupsi. Kini masyarakat menggantungkan sisa harapannya pada lembaga independen, semisal KPK, Komisi Nasional HAM, dan Komisi Yudisial (KY). ”Tidak ada yang disisakan bagi masyarakat berkontestasi untuk mencapai keadilannya,” katanya.

Wahyu pun melihat ada perbedaan perlakuan terhadap masyarakat kecil yang mencari keadilan dengan tersangka korupsi, yang umumnya adalah pejabat, pengusaha, atau politisi. ”Hampir dalam semua kasus, petani kecil itu selalu dikalahkan. Pengusaha dan politisi koruptor selalu menang,” kata dia lagi.

Kelompok Prustasi Pengadilan, terdiri dari PIL-Net, Indonesia Corruption Watch (ICW), Indonesia Legal Roundtable (ILR), Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, dan sejumlah institusi lain, kemarin, dideklarasikan. Mereka pun menggelar aksi teatrikal di depan gedung KY, menyindir sistem peradilan yang dihancurkan secara sistematis oleh pemangku keadilan, penegak hukum, politisi, pejabat, dan pengusaha melalui cara-cara memperjualbelikan dan mentransaksikan keadilan dengan fasilitas mewah.

Mereka juga menghadiahi KY sapu dan pengki (serokan sampah), yang melambangkan tugasnya sebagai pembersih lembaga pengadilan dari hakim-hakim nakal.

Kepala Bidang Hukum Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Jaleswari Pramodhawardani dan Ketua Badan Pengurus Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Firmansyah Arifin juga sependapat, terungkapnya kasus suap pada sejumlah hakim, juga pada aparat pemerintah lainnya, makin menggerus kepercayaan rakyat terhadap penegakan hukum. Untuk itu, diperlukan kontrol dan pengawasan berlapis terhadap kinerja hakim dan penegak hukum agar mereka tidak terus terjangkiti virus korupsi.

Jaleswari menilai, terbongkarnya kasus suap yang melibatkan hakim sangat memprihatinkan. Peradilan adalah benteng terakhir dari proses hukum setelah proses penyidikan di kepolisian dan penuntutan di kejaksaan. Jika benteng terakhir penjaga keadilan tergerogoti virus korupsi, tentu akan sulit dibayangkan penegakan hukum di negeri ini bisa berjalan baik.

Firmansyah Arifin mengingatkan, tertangkapnya hakim Syarifuddin terkait kasus korupsi sekali lagi membuktikan, mafia hukum dan peradilan masih berjalan. Selama ini dugaan itu terasa, tetapi belum dibuktikan nyata. Karena itu, MA tidak bisa terus-terusan membantah, melainkan harus mengakui adanya masalah dalam tubuh hakim.

Febri Diansyah dari ICW menilai, memperbaiki sistem peradilan dan hakim di dalamnya tidak otomatis bisa membersihkan penegak hukum lain yang juga memiliki perilaku koruptif. Namun, hal itu harus dilakukan.(NTA/BIL/ANA/NWO/IAM/TRA)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com