Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perintah Yudhoyono Tidak Dihiraukan

Kompas.com - 08/06/2011, 02:43 WIB

Super Nazaruddin. Mungkin itulah julukan yang pantas diberikan kepada Muhammad Nazaruddin, mantan Bendahara Umum Partai Demokrat yang sejak 23 Mei lalu berobat ke Singapura.

Pasalnya, meski baru sekitar enam tahun di Partai Demokrat, Nazaruddin terkesan berani melawan perintah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, yang juga Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, untuk segera kembali ke Tanah Air. Nazaruddin, yang baru berusia 33 tahun, juga seperti mampu meyakinkan petinggi Partai Demokrat yang menemui dia di Singapura, Jumat dan Sabtu (4/6).

Para petinggi Partai Demokrat yang menemui Nazaruddin adalah Wakil Ketua Umum Jhony Allen Marbun, Ketua Partai Demokrat Sutan Bhatoegana, dan Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR Jafar Hafsah.

Kepada tiga petinggi Partai Demokrat itu, Nazaruddin menyatakan akan pulang ke Indonesia jika selesai berobat. ”Yang bersangkutan sedang sakit jantung,” ujar Sutan.

Mereka percaya pada penjelasan dan janji Nazaruddin. Ini terlihat dari keyakinan mereka bahwa Nazaruddin akan pulang. Namun, saat dikejar kapan Nazaruddin selesai berobat, Jafar dan Sutan tak dapat menjawabnya.

Mereka juga mengaku tidak mengetahui secara detail jenis penyakit Nazaruddin, alamat rumah sakit, dan alamat tempat tinggalnya di Singapura. Mereka hanya bertemu Nazaruddin selama dua jam di suatu tempat yang dirahasiakan, tetapi bukan di rumah sakit.

Meski demikian, Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum tetap menganggap tim yang menemui Nazaruddin di Singapura sukses menjalankan tugas. Pasalnya, ucap Anas, tim itu hanya bertugas memastikan di mana Nazaruddin berada, bagaimana kondisinya, dan apa yang akan dilakukannya.

Padahal, yang diminta Yudhoyono dari kepengurusan Partai Demokrat adalah secara proaktif meminta Nazaruddin kembali secara sukarela. Menurut Ketua Departemen Perencanaan Pembangunan Nasional DPP Partai Demokrat Kastorius Sinaga, perintah itu disampaikan Yudhoyono dalam pertemuan di Cikeas, Sabtu (28/5). Perintah itu diambil

karena kepergian Nazaruddin, secara sosiopolitik, menimbulkan beragam spekulasi yang merugikan dirinya dan citra Partai Demokrat (Kompas, 30/5).

Nazaruddin pergi ke Singapura kurang dari dua jam sebelum diberhentikan dari Partai Demokrat dan sehari sebelum dicegah KPK ke luar negeri.

Berbagai ”kesimpangsiuran” ini akhirnya menimbulkan berbagai spekulasi, seperti apakah benar Nazaruddin berobat di Singapura atau sengaja disembunyikan, apa yang dimiliki Nazaruddin sehingga dia menjadi berani melawan perintah Yudhoyono, atau apakah isu konflik internal yang terjadi di Demokrat benar terjadi dan parah.

Beragam pertanyaan itu ada karena sembrono jika menilai petinggi Demokrat tak memahami perintah Yudhoyono atau mereka percaya saja dengan penjelasan Nazaruddin. (nwo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com