Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Apresiasi Keputusan MA

Kompas.com - 06/06/2011, 16:37 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Yudisial  mengapresiasi keputusan Mahkamah Agung  yang telah memberhentikan sementara hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Syarifuddin, tersangka kasus dugaan suap dalam penanganan perkara penjualan aset PT SCI. Syarifuddin menjadi tersangka setelah tertangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi di kediamannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara, pada Rabu (1/6/2011) malam.

"Kita sangat apresiasi kepada MA (Mahkamah Agung) memberikan putusan cepat dalam kasus ini. Karena memang dalam PP (Peraturan Pemerintah)  Nomor 26 Tahun 1991 sudah jelas mengatur keputusan itu," ujar Juru Bicara Komisi Yudisial (KY), Asep Rahmat Fajar, di kantornya, Jakarta, Senin (6/6/2011).

Meski telah dinonaktifkan, KY tetap akan melakukan penelusuran atas dugaan pelanggaran etika Syarifuddin. Menurut dia, kasus tersebut saat ini telah menjadi pintu masuk bagi KY untuk menelusuri apakah terjadi kasus-kasus yang sama, selain kasus dugaan suap PT SCI. "Kita tidak akan berhenti sampai di sini, tetapi juga dalam kasus Agusrin kemarin mungkin juga ada hakim lain yang terlibat. KY akan tetap telusuri proses itu," ujarnya.

Mengenai berapa lama proses penelaahan kasus Agusrin tersebut, KY akan bekerja sesuai dengan prosedur standar operasional (SOP) yang berlaku. Saat ini, KY telah menerima beberapa laporan dan bukti-bukti terkait kasus tersebut. "Dalam SOP 96 hari kerja dari proses penelaahan. Jadi, harusnya ini tidak lama. Kita akan masuk memanggil para pihak yang terkait dengan kasus itu. Dan intinya, semua dokumen masih kita telaah. Semua hasil pemantauan kita analisis. Semua peritiwa yang terkait dengan Syarifuddin kita analisis," tuturnya.

Hakim Syarifuddin ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di kediamannya di kawasan Sunter, Jakarta Utara. Selain Syarifuddin, KPK juga menangkap seorang kurator Puguh Wirayan yang diduga memberikan suap terkait perkara kepailitan PT SCI untuk pengalihan aset. Dalam penangkapan tersebut, KPK mengamankan sejumlah uang rupiah dan mata uang asing yang dilansir totalnya mencapai lebih dari Rp 2 miliar. Status keduanya kini telah menjadi tersangka. Syarifuddin saat ini ditahan di Rutan Cipinang, dan dia dijerat dengan Pasal 12 a/b/c dan atau Pasal 6 Ayat 2 atau Pasal 5 Ayat 2 atau Pasal 11 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana telah diubah UU No 20 Tahun 2001. Adapun Puguh Wirayan ditahan di Rumah Tahanan Polda Metro Jaya. Ia dijerat dengan Pasal 6 Ayat 1a dan atau Pasal 5 Ayat 1 a/b atau Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

    Yusril Disebut Mundur dari PBB karena Akan Masuk Pemerintahan Prabowo, Gerindra: Belum Tahu Ditempatkan di Mana

    Nasional
    Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

    Cerita Pejabat Kementan Terpaksa Penuhi Permintaan SYL saat Tak Ada Anggaran

    Nasional
    Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

    Pertamina Renjana Cita Srikandi, Wujud Komitmen Majukan Perempuan Indonesia

    Nasional
    Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

    Pilkada Jakarta Punya Daya Tarik Politik Setara Pilpres, Pengamat: Itu Sebabnya Anies Tertarik

    Nasional
    Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

    Pejabat Kementan Sempat Tolak Permintaan Rp 450 Juta dan iPhone untuk SYL

    Nasional
    Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

    Hadiri WWF 2024, Puan Tegaskan Komitmen Parlemen Dunia dalam Entaskan Persoalan Air

    Nasional
    Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

    Helikopter Presiden Iran Ebrahim Raisi Jatuh, Pemerintah RI Ucapkan Keprihatinan

    Nasional
    Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

    Mulai Safari Kebangsaan, Tiga Pimpinan MPR Temui Try Sutrisno

    Nasional
    Memulihkan Demokrasi yang Sakit

    Memulihkan Demokrasi yang Sakit

    Nasional
    Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

    Jokowi Wanti-wanti Kekurangan Air Perlambat Pertumbuhan Ekonomi hingga 6 Persen

    Nasional
    Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

    Keberhasilan Pertamina Kelola Blok Migas Raksasa, Simbol Kebangkitan untuk Kedaulatan Energi Nasional

    Nasional
    Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

    Momen Jokowi Sambut Para Pemimpin Delegasi di KTT World Water Forum

    Nasional
    Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

    Buka WWF Ke-10 di Bali, Jokowi Singgung 500 Juta Petani Kecil Rentan Kekeringan

    Nasional
    Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

    Klarifikasi Harta, KPK Panggil Eks Kepala Kantor Bea Cukai Purwakarta

    Nasional
    Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

    Kematian Janggal Lettu Eko, Keluarga Surati Panglima TNI hingga Jokowi, Minta Otopsi dan Penyelidikan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com