JAKARTA, KOMPAS.com - Untuk kesekian kalinya, kegiatan studi banding ke luar negeri yang dilakukan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendapatkan kritik keras. Akan tetapi, sekeras apa pun kritik yang dilayangkan, tak membuat lembaga perwakilan rakyat itu menggugurkan sejumlah rencana kunjungan kerja yang menghabiskan miliaran uang negara. Hasilnya? DPR berdalih tak punya kewajiban untuk memublikasikannya.
Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai, kegiatan studi banding selama ini hanya "plesiran" alias jalan-jalan. Menurutnya, studi banding DPR saat terkesan hanya untuk menghabiskan anggaran yang sudah tersedia, karena hasil dari studi banding tersebut pun masih belum jelas sampai saat ini. Adapun, beberapa waktu lalu, Sekretaris Jenderal DPR RI, Nining Indrasaleh, mengungkapkan, anggaran untuk studi banding anggota DPR tahun 2011 lebih dari Rp 100 miliar. Angka tersebut tidak jauh berbeda dengan alokasi dana anggaran tahun lalu sebesar Rp 107 miliar.
"Jadi, motivasinya itu bukan untuk mendapatkan informasi untuk mendapatkan hasil yang baik bagi perbaikan RUU yang sedang digodok itu. Toh, hasilnya dari studi banding itu juga apa, kita juga tidak pernah tahu," ujar Sebastian ketika dihubungi Kompas.com, Senin (9/5/2011).
Selama motif tersebut tidak diubah, tambah Sebastian, DPR akan terus mendapatkan penilaian buruk dari masyarakat. Apalagi, lanjutnya, saat ini masyarakat sudah semakin kritis terhadap perilaku-perilaku yang dilakukan oleh anggota DPR. Ia mencontohkan, ketika Perhimpunan Pelajar Indonesia di Australia (PPIA) menginformasikan kegiatan anggota komisi VII DPR yang melakukan studi banding ke Australia beberapa waktu lalu. Menurutnya, hal tersebut merupakan bentuk dari masyarakat Indonesia yang sudah semakin kritis.
"Ya, maksudnya apa, kalau mereka (anggota DPR) kesana tapi tidak bertemu dengan parlemen Australianya karena sedang reses. Itu kan aneh. Apalagi masa tidak ada pemberitahuan sebelumnya dari Kedutaan Besar RI disana? Dari sisi subtansi mereka berbondong-bondong pergi ke sana juga sepertinya tidak berdampak apa-apa ke masyarakat," katanya.
Sebastian pun melontarkan sebuah tantangan. Ia mengusulkan, ke depannya, studi banding seharusnya dilakukan secara personal. Secara personal dalam arti, anggota DPR dapat mengusulkan proposal untuk melakukan studi banding. Namun, ketika proposal tersebut diterima oleh pimpinan DPR, yang melakukan studi banding adalah staf ahli yang menyusun draft tersebut bukan beberapa anggota komisi-komisi di DPR.
"Jadi bisa sebagai ajang pembuktian kualitas dari anggota DPR. Karena kalau mereka melakukan hal itu kan sama saja mempertaruhkan integritas mereka sebagai anggota DPR," kata Sebastian.
Beranikah anggota Dewan melakukannya? "Jujur saja, saya rasa tidak ada yang berani untuk melakukan itu," pungkasnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.