Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Ajaran NII: Menghapus Dosa dengan Uang

Kompas.com - 27/04/2011, 11:52 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Bermula dari perkenalannya dengan Rudi yang mengajak berdiskusi tentang sebuah seminar, Andi pun diajak untuk mengenali ajaran sebuah kelompok, Negara Islam Indonesia. Suatu malam, ia diajak ke suatu tempat dan menjalani prosesi pembaiatan. Kelompok Negara Islam Indonesia memang memberlakukan sumpah setia atau baiat kepada para calon anggotanya. Seperti yang dituturkan Andi (nama samaran), alumni Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia, yang sempat dibaiat NII saat memasuki tahun pertama kuliah sekitar tahun 2006. Namun, Andi tidak terjerumus hingga menjadi anggota NII karena menilai adanya kejanggalan pada ajaran-ajaran NII. Apa saja ajaran yang dinilainya janggal?

Menurut Andi, di setiap kesempatan, anggota NII yang berupaya merekrutnya menjanjikan keuntungan-keuntungan materi kepadanya. Ia dijanjikan akan mendapatkan penghasilan tanpa harus bekerja dan segala kebutuhan hidupnya akan terjamin.

"Pokoknya di sini (di NII) hidup terjamin, selalu dapat uang," kata Andi kepada Kompas.com, Selasa (26/4/2011).

Lebih anehnya lagi, kata Andi, NII mengajarkan anggotanya untuk tidak perlu melaksanakan ibadah shalat lima waktu. Menurut ajaran NII, shalat hanya dilakukan dua waktu. "Shalat besar dan shalat kecil," kata Andi.

Akan tetapi, ia mengaku lupa mengenai apa yang dimaksud dengan shalat besar dan shalat kecil. Seingatnya, yang dimaksud shalat kecil adalah mengajak orang lain untuk bergabung. "Mengajak orang masuk NII itu ibadah," ucapnya.

Lalu, jika anggota NII melakukan dosa, kata Andi, cukup dibayar dengan sejumlah uang. Setelah membayar, dosa-dosanya diyakini akan hilang. "Itu tidak masuk akal," ucap Andi.

Lainnya, setiap anggota NII, menurut Andi, diwajibkan membayar iuran kepada negara. Untuk mencari uang, dihalalkan cara apa pun, termasuk mencuri. "Terus, uangnya dimasukin ke kas negara untuk membiayai negara," tuturnya.

Menurut Andi, tiap anggota dijanjikan akan mendapat bagian dari uang yang disetorkannya. Andi lupa berapa persen bagian yang akan didapatkan seorang anggota dari setoran yang dimasukkan. Setoran kepada negara tersebut, lanjut Andi, mulai dibayarkan di awal menjadi anggota. Setelah dibaiat, Andi mengaku dimintai iuran berkisar Rp 400.000-Rp 500.000. Iuran-iuran tersebut disetorkan kepada seseorang yang berwenang, tidak melalui transfer rekening.

Mengetahui adanya sejumlah iuran yang harus dibayarkan, Andi mengaku tidak memiliki uang untuk itu. Namun, Rudi, orang yang merekrutnya, kemudian membujuk dengan menawarkan diri untuk membayarkan sementara kewajiban Andi.

"Mereka pintar, mereka bilang, 'Gw bayarin dulu, asal lo yakin'," kata Andi menirukan ucapan Rudi saat itu.

Berusaha lepas dari bujukan Rudi, Andi berkilah bahwa ia merasa tidak yakin dengan ajaran NII. Menanggapinya, lagi-lagi Rudi mengerahkan kemampuan komunikasinya untuk meyakinkan Andi. "Kalau masalah enggak yakin, kamu lihat saja dulu, masalah yakin enggak yakin belakangan," kata Andi menirukan Rudi.

Pascabaiat, Andi pulang ke rumah. Ia menuturkan, karena merasa ragu dengan ajaran NII, Andi kemudian membaca-baca Al Quran lengkap dengan terjemahan yang ada di rumahnya. Dari situlah Andi sadar bahwa ayat-ayat Al Quran yang disampaikan anggota NII kepadanya telah ditafsirkan secara berbeda.

"Saya baca ayatnya, ternyata penafsirannya beda, pintar banget dia (orang NII), pakai ayat Al Quran," ungkapnya.

Selanjutnya, Andi semakin yakin untuk meninggalkan NII ketika mendengar nasihat temannya. "Kata teman saya, cara orang menyembah Tuhan berbeda-beda. Enggak perlu sampai pindah negara segala," tuturnya.

Apalagi, setelah Andi mengikuti seminar tentang NII yang kebetulan digelar di kampus tidak lama setelah ia dibaiat. Andi juga menceritakan, meskipun tidak merasa yakin dengan NII, ia tidak dilepaskan begitu saja. Pasca-dibaiat, anggota NII terus berupaya menghubunginya. Anggota NII juga sempat mendatanginya ke kampus.

"Dari awal dia ngancem sih, kalau keluar bakal kena musibah besar. Namun, buktinya sampai sekarang saya enggak kenapa-kenapa," ungkapnya.

Andi pun memilih untuk mengganti nomor ponselnya demi menghindari "gangguan" para anggota NII. "Dua minggu kemudian, sudah enggak dihubungi lagi," katanya.

Meskipun demikian, setelah dibaiat, Andi mengaku sempat diperkenalkan dengan anggota NII lainnya yang sekampus dengannya. "Ternyata di UI banyak, di bawah tanah, enggak keliatan, ada anak Komunikasi 2005 juga, anak FISIP, dan anak FIB," ungkapnya.

Bahkan, ada seorang anggota NII yang merupakan senior Andi, sejurusan dengan Andi di Departemen Ilmu Komunikasi. Andi juga mengungkapkan, menurut para anggota NII yang sempat dikenalnya, saat itu Presiden NII adalah mahasiswa Fakultas Ekonomi UI.

Baca juga: Testimoni Korban NII (1): Dari Diskusi Seminar hingga Dibaiat

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

    Menag Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet di Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-Atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Politis dan Boroskan Uang Negara

    Nasional
    'Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran'

    "Golkar Partai Besar, Tidak Bisa Diobok-obok Gibran"

    Nasional
    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Prabowo Ingin Tambah Menteri, Wapres Ma'ruf Amin Ingatkan Pilih yang Profesional

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

    [POPULER NASIONAL] Jokowi Berkelakar Ditanya soal Pindah Parpol | PDI-P Beri Sinyal di Luar Pemerintahan

    Nasional
    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

    Nasional
    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

    Nasional
    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

    Nasional
    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com