Dinamika masyarakat dunia untuk memordenisasi ternyata menghadirkan tidak memadainya substansi ekonomi ataupun tidak ditemukannya keseimbangan sosial internal yang menghasilkan ketidakadilan yang tidak tertahankan. Ini fenomena yang kita lihat terjadi di Timur Tengah dari Libya sampai Suriah, sebuah proses bentrokan di dalam peradaban merusak dan menghancurkan sendi-sendi apa pun yang dianut kekuasaan di sana.
Kita mencoba menempatkan perspektif bentrokan di dalam peradaban sendiri dalam persoalan kebangkitan terorisme gaya baru di Indonesia sebagai manifestasi apa yang disebut sebagai
Indonesia modern dan demokratis sekarang bergerak menuju kulturalisasi berbagai kebijakan ataupun politikalisasi kebudayaan yang memang dipersiapkan untuk bentrokan politik di dalam. Ini yang menjelaskan, misalnya, kebingungan di berbagai aspek kehidupan, baik untuk memperoleh pendidikan, menaikkan mobilitas, memperoleh posisi berkualifikasi, pada status, pada pendapatan, ataupun partisipasi politik.
Ini juga yang menjelaskan kerancuan dan kebingungan ketika Partai Golkar mengirim kadernya untuk belajar soal kaderisasi dan organisasi ke Partai Komunis China (PKC) dengan menihilkan legitimasi sejarah partai ini dibentuk untuk melawan komunisme menjelang berdirinya Orde Baru pada pertengahan dekade 1960-an.
Kepercayaan atas nama apa pun akhirnya memperoleh momentum dan menjadi
Ketika individualisme dan pluralisme bergerak terlalu lambat dalam membentuk demokrasi Indonesia dengan tatanan fundamental yang tidak kuat, terorisme menjadi alat dan pembenaran aksi kelompok teroris bom buku dan pipa gas. Lingkup aktivitasnya bertujuan mencari status dan membenarkan logika sendiri sehingga memicu bentrokan di dalam peradaban yang mencoba menuai kekacauan lingkup ekonomi, kekacauan harga yang didikte pasar, atau kekacauan atas kepemilikan swasta untuk membangun keuntungan komparatif mencari jalan baru atas nama kepercayaan apa pun yang