Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengacara Antasari Jelaskan SMS Ancaman

Kompas.com - 19/04/2011, 13:02 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Kuasa hukum Antasari Azhar, terpidana kasus pembunuhan Direktur PT Rajawali Putra Banjaran Nasrudin Zulkarnaen, Maqdir Ismail, membenarkan dirinya telah memberikan keterangan kepada Komisi Yudisial terkait pengaduan dugaan pelanggaran kode etik hakim, Senin (18/4/2011) kemarin. Pemeriksaan terhadap Maqdir sebagai bagian dari proses eksaminasi yang dilakukan KY terhadap hakim PN Jakarta Selatan yang memimpin persidangan kasus tersebut.

"Iya benar, kemarin dipanggil oleh KY untuk memberi keterangan terkait dengan pengaduan kami mengenai kesalahan atau pelanggaran dalam tanda kutip yang dilakukan oleh hakim ketika mengadili perkaranya Pak Antasari," ujar Maqdir kepada wartawan di Kantor Komisi Yudisial, Jakarta, Selasa (19/4/2011).

Dalam keterangannya di Komisi Yudisial (KY), Maqdir menjelaskan  mengenai barang bukti telepon selular milik Nasrudin. Pada saat persidangan, hakim menyatakan Antasari mengancam korban melalui pesan singkat. Namun, hakim tidak memperkenankan menunjukkan bukti dengan isi pesan singkat dari telepon genggam tersebut. Hal ini,  menurut Maqdir, merupakan bentuk pelanggaran yang dilakukan hakim karena mengabaikan barang bukti penting dalam kasus tersebut.

"Menurut Antasari, ia sama sekali tidak pernah mengirimkan sms kepada Nasrudin. Tapi kami minta barang bukti untuk dibuka dan kita bisa mengetahui apakah benar itu, tidak diabaikan," ungkap Maqdir.

Maqdir menuturkan, berdasarkan hasil penelusuran ahli IT sebelumnya, pada telepon genggam Nasrudin terdapat 205 pesan singkat yang tidak jelas berasal dari nomor siapa dan diduga bukan dikirim oleh Antasari Azhar. Sementara itu, dari telepon genggam milik Antasari, diketahui juga terdapat 35 pesan singkat dari nomor tak dikenal. Antasari sendiri, lanjut Maqdir, juga tidak mengenal nomor pesan yang disampaikan padanya. Maqdir belum menjelaskan secara rinci bunyi dari pesan-pesan singkat tersebut.

"Waktu kami minta pesan singkat tersebut dibuka saja, dikatakan tidak bisa karena SIM card-nya bermasalah. Seharusnya, bisa juga dibuka melalui server nomornya langsung, dengan meminta izin kepada server nomor handphone-nya Almahrum (Nasrudin), tetapi ini juga diabaikan," pungkas Maqdir.

Eksaminasi terhadap proses hukum kasus ini dilakukan Komisi Yudisial setelah menemukan adanya indikasi pelanggaran kode etik yang dilakukan oleh majelis hakim yang menangani kasus Antasari Azhar. Indikasi pelanggaran berkaitan dengan pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan majelis hakim dari tingkat pertama, banding, maupun kasasi. Pengabaian bukti tersebut antara lain keterangan ahli balistik dan forensik Abdul Mun`im Idris dan baju milik korban yang tidak dihadirkan dalam persidangan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

    Nasional
    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

    PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

    Nasional
    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

    Nasional
    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

    Nasional
    Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

    Nasional
    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com