Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bangkit dari Trauma dan Luka Bom Bunuh Diri

Kompas.com - 17/04/2011, 03:23 WIB

Rini Kustiasih dan Siwi Nurbiajanti

Masih belum hilang dari ingatan Brigadir Dua Anton Helmi Kuswendi (23), warga Jalan Kopo, Bandung, peristiwa bom bunuh diri yang terjadi di Masjid Adz-Dzikro, kompleks Markas Kepolisian Resor Kota Cirebon, Jumat (15/4) siang.

Saat itu, ia dan puluhan polisi lainnya sedang khusyuk beribadah shalat Jumat di masjid tersebut.

Tidak pernah tebersit pula dalam pikiran Anton bahwa bom akan meledak di tengah kekhusyukan orang-orang beribadah. Ia juga tidak pernah menyimpan rasa curiga bahwa akan ada orang yang tega berbuat jahat kepada mereka.

”Tidak curiga sama sekali,” ujar pria yang sudah tiga tahun bekerja sebagai polisi tersebut.

Saat kejadian, Anton mengaku berada pada saf atau baris ketiga pojok kanan. Jumlah orang yang mengikuti ibadah shalat Jumat diperkirakan sekitar 30 orang.

Tiba-tiba bom meledak dari baris kedua dan serpihannya mengenai para jemaah shalat Jumat di Masjid Adz-Dzikro, termasuk dirinya.

Anton yang bekerja sebagai staf keuangan pada Bagian Administrasi Polres Kota Cirebon mengalami luka di bagian perut, lengan, dan kepala akibat terkena paku, mur, serta serpihan lampu.

Bahkan, serpihan daging orang yang diduga sebagai pelaku juga menempel di pipi kirinya.

Saat ditemui di RS Pelabuhan, Sabtu (16/4) siang, Anton sedang bersiap untuk pulang ke rumah karena kondisi kesehatannya sudah membaik. Ia ditemani ibunya, Elis (48), dan istrinya, Eva (26).

Sebagai salah satu korban dari peristiwa bom bunuh diri, ia mengaku membenci tindakan yang dilakukan pelaku bom bunuh diri. Meski demikian, ia tidak ingin larut dalam kebencian tersebut.

Peristiwa itu akan ia jadikan pelajaran berharga dalam hidup. Ia mengaku akan semakin waspada, semakin teliti, dan tidak mudah percaya terhadap orang yang baru dikenal. Yang pasti, ia juga berharap agar peristiwa serupa tidak terulang.

Ajun Inspektur Satu Yon Patriono (50) juga mengaku trauma dengan ledakan bom bunuh diri yang terjadi di masjid Polres Kota Cirebon.

Nyeri di lengan kanan dan kiri memang masih dia rasakan. Namun, nyeri paling parah justru dia rasakan di dalam sanubarinya.

”Bom itu biadab dan tidak berperi kemanusiaan. Saat semua orang bersiap untuk beribadah kepada Tuhan, dia justru mengganggu dengan meledakkan bom bunuh diri dan melukai banyak orang,” tuturnya.

Akibat peristiwa tersebut, Yon belum mau beribadah di masjid Polres. Ia mengaku masih shock dan belum bisa melupakan peristiwa itu. Jika sudah sehat, ia memilih untuk shalat di tempat lain. Bayang- bayang ledakan bom itu masih menghantui dirinya.

Bagi Ahyadi (39), pesuruh di bagian identifikasi sidik jari di Polres Kota Cirebon, peristiwa bom itu menjadi peringatan bagi dirinya agar tetap waspada di setiap tempat. Bahkan di lokasi peribadatan sekalipun, niat jahat orang selalu ada.

Wahiddin, korban lain, juga tidak pernah menduga ada orang yang tega berbuat jahat di tengah kegiatan ibadah.

Pria yang bekerja sebagai perawat di Polres Kota Cirebon tersebut juga mengalami luka gores di bagian perut dan lengan kiri. Namun, ia hanya menjalani rawat jalan. ”Telinga ini masih mengiang-ngiang,” tuturnya saat ditemui di RS Pelabuhan, Jumat malam.

Bom bunuh diri tidak hanya melukai orang-orang yang menjadi korban dalam peristiwa itu. Kejadian tersebut juga telah menghina dan melecehkan simbol agama dan simbol negara.

”Bom bunuh diri adalah kejahatan kemanusiaan yang sangat keji, tidak bermoral, dan tidak bertanggung jawab,” tutur Marzuki Wahid, perwakilan dari Masyarakat Multikultural Cirebon.

Meski demikian, ia berharap institusi kepolisian tetap memiliki keteguhan hati untuk tetap bekerja profesional dalam menegakkan hukum, keamanan, dan ketertiban di masyarakat. Oleh karena itu, ia mengajak masyarakat untuk lebih giat memerangi terorisme dan anarkisme sebagai musuh kemanusiaan.

Salah satu upaya memerangi terorisme, menurut dia, dengan memerangi kemiskian. Hal itu karena kemiskinan dianggap sebagai salah satu akar terorisme.

Selain itu, akar-akar terorisme lain yang juga harus diperangi adalah ketidakadilan pembangunan, ketidakadilan mendapatkan akses dalam banyak hal, dan korupsi. ”Kalau mau serius, memberantas terorisme sekaligus juga dengan mengurangi kemiskinan, menyelesaikan ketidakadilan, dan menyelesaikan korupsi,” tuturnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com