Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY Akan Periksa Kasus Antasari

Kompas.com - 13/04/2011, 17:16 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi Yudisial akan memeriksa kasus indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam penanganan perkara mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar. KY akan memanggil hakim dari tingkat pertama hingga kasasi yang diduga melakukan pelanggaran.

"Ya, pada akhirnya nanti kami akan melakukan pemeriksaan setelah bukti-bukti dan indikasi-indikasi sudah dilengkapi dengan bukti-bukti yang jelas," kata Ketua KY Erman Suparman kepada para wartawan seusai bertemu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (13/4/2011).

Erman mengatakan, KY akan menggelar rapat pleno dalam waktu dekat untuk membahas kasus Antasari. Dalam melakukan pemeriksaan kasus Antasari, kata Erman, KY akan bertindak hati-hati dan tetap mengutamakan asas praduga tak bersalah.

Ketika ditanya pihak-pihak yang mungkin akan dipanggil, Erman enggan merincinya.

Seperti diwartakan, KY menengarai adanya indikasi pelanggaran kode etik dan perilaku hakim dalam penanganan perkara Antasari. KY menilai, ada pengabaian bukti-bukti penting yang dilakukan oleh hakim baik di tingkat pertama, banding, maupun kasasi.

Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Suparman Marzuki, Selasa (12/4/2011), mengatakan, "Ini yang menarik, mengapa hal yang sama juga dilakukan oleh tiga majelis hakim."

Bukti yang dimaksud, ujar Suparman, adalah pengabaian keterangan ahli balistik dan forensik Abdul Munim Idris. Bukti lain adalah baju korban (almarhum Nasrudin Zulkarnaen, Direktur PT Rajawali Putra Banjaran) yang tak dihadirkan di persidangan. Padahal, baju korban adalah bukti yang sangat penting.

Pengabaian bukti itu, ujar Suparman, merupakan pelanggaran kode etik dan perilaku hakim, khususnya prinsip profesionalitas serta kehati-hatian. Terkait dengan hal itu, KY akan memanggil sejumlah pihak, seperti ahli balistik dan forensik, pengacara Antasari sebagai pihak pelapor, serta para hakim yang menangani perkara tersebut.

KY juga akan memanggil para hakim yang menyidangkan perkara tersebut, mulai tingkat pertama hingga kasasi. "Nanti, mereka akan kami panggil paling akhir. Kami ingin menyisir dulu, seperti kalau makan bubur panas," kata Suparman.

Majelis hakim perkara Antasari di tingkat pertama diketuai Herri Swantoro, tingkat banding diketuai Muchtar Arifin, dan tingkat kasasi ditangani hakim agung Artidjo Alkostar (ketua majelis), Suryajaya, dan Moegihardjo.

Antasari dihukum 18 tahun penjara, baik oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, maupun Mahkamah Agung. Antasari sedang mengajukan peninjauan kembali (PK). Temuan KY tersebut sejalan dengan dissenting opinion atau pendapat berbeda yang diajukan hakim agung Suryajaya dalam putusan kasasi Antasari.

Suryajaya menilai adanya kesalahan penerapan hukum yang dilakukan judex factie (PN Jaksel dan PT DKI Jakarta), yakni pengesampingan keterangan ahli. Menurut Suryajaya, hakim dapat mengesampingkan keterangan ahli sepanjang keterangan itu tidak relevan. Sebaliknya, keterangan tersebut menjadi imperatif untuk dipertimbangkan jika keterangan ahli itu bersifat menentukan seperti keterangan ahli pemeriksaan sidik jari, forensik atau balistik. Keterangan mereka sangat penting untuk menentukan siapa pelaku sesungguhnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Jika Diduetkan, Anies-Ahok Diprediksi Bakal Menang Pilkada DKI Jakarta 2024

Nasional
Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Jokowi Perlu Kendaraan Politik Lain Usai Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Kaesang dan Gibran Dianggap Tak Selamanya Bisa Mengekor Jokowi

Nasional
Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Hasil Rekapitulasi di Papua Berubah-ubah, KPU Minta MK Hadirkan Ahli Noken

Nasional
Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Tak Dianggap Kader PDI-P, Jokowi dan Keluarga Diprediksi Gabung Golkar

Nasional
Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Prabowo Harap Semua Pihak Rukun meski Beda Pilihan Politik

Nasional
Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Jokowi Sebut Penyusunan Kabinet Mendatang Hak Prerogatif Prabowo

Nasional
Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Temui Warga Aceh Usai Pilpres, Cak Imin Janji Lanjutkan Perjuangan

Nasional
Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Timnas Akan Hadapi Guinea untuk Bisa Lolos ke Olimpiade, Jokowi: Optimistis Menang

Nasional
KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Sebut Penyidik Bisa Jemput Paksa Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

TNI AD Mulai Tanam Padi di Merauke, KSAD: Selama Ini Hasilnya Kurang Baik

Nasional
KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

KPK Mengaku Bisa Tangkap Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Kapan Saja

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com