Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kartu Jamkesda Pun Diperjualbelikan hingga Rp 2 Juta

Kompas.com - 06/04/2011, 06:24 WIB

Persoalan ini dimulai dari adanya dualisme tim pendataan calon peserta Jamkesda. Pendataan ada yang dilakukan kader posyandu. Ada juga yang dilakukan pihak RT ataupun RW.

Mekanisme pendataan kedua pihak ini juga berbeda. Pihak RT dan RW merekomendasikan usulan ke pihak kelurahan, sedangkan posyandu menyerahkan data ke puskesmas terdekat.

Potret dari kekacauan pendataan ini terlihat di salah satu kelurahan, yaitu Mekarjaya. Lurah Mekarjaya Sutisna mengatakan, dari 1.615 nama yang diajukan sebagai calon peserta Jamkesda, ada 387 orang yang mendapat persetujuan.

Namun, sebagian besar penerima salah sasaran. Kantong kemiskinan di kelurahan tersebut terletak di RW 21 dan RW 22. Namun, pada masing-masing RW itu yang menerima kartu Jamkesda hanya enam orang. Sementara di RW 7 yang mencakup wilayah perumahan justru terjaring 177 orang. ”Kami hanya menerima. Pengusulnya dari RT dan RW. Sementara yang menyetujui dinas kesehatan,” kata Sutisna.

Kacaunya pendataan ini juga membuat pelayanan administrasi terganggu. Ogi Abdul Jabbar (25), warga Kelurahan Mekarjaya, Kecamatan Sukmajaya, merasakan dampaknya. Ia harus bolak-balik dari Rumah Sakit Fatmawati (tempat anaknya dirawat) ke kantor kelurahan, puskesmas, dan kantor dinas kesehatan. Sejak Jumat (1/4) lalu, dia bermaksud menggantikan kepesertaan kartu Jamkesda yang diberikan kepada warga yang sudah meninggal. Baru Selasa sore urusannya kelar. ”Syarat di tingkat kelurahan dan puskesmas berbeda,” keluh Ogi.

Yang sudah mendapatkan kartu Jamkesda pun, dalam praktiknya, masih juga kesulitan mendapatkan pelayanan rumah sakit. Mahmud (42), warga RT 2/RW 1, Kelurahan Mampang, Pancoran Mas, yang mengidap paru-paru bahkan harus meregang nyawa setelah mendapat banyak penolakan.

Seminggu sebelumnya, Mahmud dibawa keluarganya ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Depok. Dokter mendiagnosis Mahmud mengidap tumor paru. Namun, pihak RSUD Depok angkat tangan karena tidak memiliki peralatan untuk merawatnya.

Dua hari kemudian keluarga membawa Mahdmud ke RS Bhakti Yudha karena sesak napasnya kambuh. Namun, tim dokter lagi-lagi menyatakan tidak sanggup karena pasien harus dibedah dan diambil tumornya.

Keluarga selanjutnya membawa Mahmud ke RS Pasar Rebo, Jakarta Timur. Dokter sempat melakukan tindakan medis, tetapi kali ini terkendala ruangan. Ruangan kelas 3, yang ditanggung Jamkesda, sudah penuh. Terpaksa Mahmud dirawat di ruangan yang tidak ditanggung Jamkesda. Mahmud sempat dirawat satu hari di sana. Namun, karena tagihannya mencapai Rp 1,8 juta, keluarga Mahmud pun akhirnya menyerah dan membawa Mahmud pulang. Tiga hari kemudian, Mahmud pun berpulang.

Jual beli Jamkesda ini benar-benar mempersulit mereka yang sudah kesulitan. (NDY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com