Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilkada Langsung Dinilai Mahal

Kompas.com - 29/03/2011, 19:47 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Praktik pemilihan umum kepala daerah (pilkada) secara langsung mendapatkan kritikan. Mekanisme pemilihan dengan cara ini dinilai berongkos mahal. Seharusnya praktik demokrasi bisa diselenggarakan dengan biaya yang lebih murah. Ketua Perkumpulan untuk Pemilu dan Daerah (Perludem) Didik Supriyanto mengatakan, salah satu perbaikan yang bisa dilakukan adalah melalui perombakan mekanisme manajemen pilkada.

"Lebih baik jika dilakukan dengan biaya yang murah. Karena kalau ongkos politik besar pasti dapat menimbulkan beberapa permasalahan nantinya, " ujar Didik, dalam konferensi pers di Galeri Kafe Taman Ismail Marzuki, Jakarta, Selasa (29/3/2011).

Didik mencatat beberapa poin penting yang perlu diperbaiki dalam sistem pemilihan tersebut. Pertama adalah metode dalam pencalonan yang dapat memunculkan praktik "jual-beli perahu politik".

"Untuk mencapai batas pencalonan 15 persen suara, memungkinkan para calon harus berkoalisi dengan beberapa partai besar. Tentunya hal itu, kan, memerlukan ongkos yang lebih besar," jelasnya.

Kedua, pelaksanaan putaran lanjutan jika dalam pelaksanaan pemilihan pertama calon tidak meraih 30 persen suara. Mekanisme tersebut, menurut Didik, seharusnya dilakukan secara sederhana agar dapat mengurangi dana yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tambahnya, kampanye para calon tidak perlu dilakukan secara besar-besaran. Selain karena membutuhkan biaya yang mahal, hal tersebut juga telah mengubah posisi pemilih yang seharusnya mengenal lebih jauh calon kandidatnya menjadi sekadar komiditas politik.

"Saat ini, kan, para calon mengampanyekan lewat seluruh media, baik cetak, elektronik, bahkan hanya dengan menampilkan gambar dan wajah semata dalam spanduk-spanduk. Hal itu dapat membuat pemilih diposisikan semata-semata hanya sebagai komiditas politik, padahal mereka seharusnya mengenal lebih jauh kandidatnya," jelas Didik.

Untuk itu, ia menyarankan agar pemerintah memerhatikan kelemahan-kelemahan mekanisme tersebut secara serius. Jika tidak, dikhawatirkan menyalahi prosedur pilkada yang seharusnya sesuai dengan prinsip-prinsip demokratis.

"Ruang-ruang ini harus ditata ulang dalam RUU Pemilukada. Karena kalau tidak, semakin banyak diperlukan konsultan-konsultan politik yang harganya pun tidak murah. " pungkasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com