Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Setelah Bencana Nuklir di Jepang

Kompas.com - 23/03/2011, 04:45 WIB

Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup Sonny Keraf mengatakan, setelah bencana nuklir di Jepang, seharusnya tidak ada lagi diskusi tentang perlu-tidaknya pembangunan PLTN sebab akan berisiko tinggi bagi kehidupan rakyat Indonesia. Sikap Pemerintah Indonesia terlihat dari pernyataan Menko Perekonomian Hatta Rajasa: ”Jika tak ada energi primer lainnya, baru nuklir jadi pilihan.”

Indonesia termasuk negara yang berpeluang cukup besar mengatur dan mempersiapkan kebutuhan energi nasional dengan jaminan pasokan yang tinggi berdasarkan kemampuan sendiri sebab punya sumber daya energi yang cukup besar memenuhi kebutuhan jangka panjang

Indonesia punya potensi tenaga air 75 GW, panas bumi 28 GW, dan energi laut 240 GW. Bandingkanlah itu dengan total kapasitas pembangkit tenaga listrik yang ada di seluruh Indonesia saat ini: 32 GW. Indonesia punya potensi batu bara 104 miliar ton. Bandingkan dengan produksi batu bara Indonesia saat ini 300 juta ton per tahun. Itu pun 75 persen dari produksi tersebut diekspor. Hampir 50 persen dari produksi gas bumi saat ini juga diekspor. Yang lebih membuat kita optimistis, Indonesia punya semua bahan baku untuk bahan bakar nabati sehingga Indonesia dijuluki ”Arab Saudi” bahan bakar nabati pada masa datang.

Dalam menyelesaikan masalah energi di Indonesia, perlu ada kesamaan cara pandang secara nasional dalam merumuskan dan menyepakati pokok soal. Bila berbeda, cara dan sasaran penyelesaian masalah akan berbeda pula. Maka, rumusan pokok soal yang tepat adalah ”kekurangan energi yang dialami Indonesia saat ini bukan karena Indonesia tidak punya sumber daya energi, melainkan karena Indonesia belum menemukan konsep tata kelola yang tepat untuk Indonesia”.

Sebenarnya sudah banyak usaha pemerintah mengatasi masalah energi dengan kemandirian. Namun, sering terjadi hambatan dalam pelaksanaan akibat ketidaksinkronan langkah pemangku kepentingan dan kekuranglengkapan perangkat peraturan di tatanan lebih rendah.

Sempurnakan

Marilah menyempurnakan konsep yang sudah pernah ada. Laksanakan Program Nasional Bahan Bakar Nabati dengan target awal mengurangi secara bertahap impor BBM. Bangun PLT panas bumi dan PLTA dengan sasaran menghilangkan kebutuhan pembangunan PLTN. Perbaiki tata laksana Desa Mandiri Energi menjadi program Listrik Pedesaan Nasional untuk mengurangi secara bertahap kebutuhan BBM bagi masyarakat pedesaan. Terapkan konsep feed in tariff yang sukses di beberapa negara Eropa dan Jepang untuk pembelian listrik dari energi terbarukan agar industri energi terbarukan dalam negeri berkembang cepat.

Perlu ada usaha menyelesaikan hambatan pembangunan sektor energi yang sudah terdeteksi. Carilah konsep yang tepat tentang subsidi energi (BBM dan listrik). Bentuklah Badan Penyangga Energi (seperti Bulog pada pangan) untuk menjamin pembelian bahan baku bahan bakar nabati dan listrik dari energi terbarukan demi menjamin stabilitas harga. Tugaskan BPPT mempercepat hasil teknologi energi tepat guna untuk listrik pedesaan. Tugaskan Direktorat Jenderal Energi Baru dan Terbarukan fokus mengembangkan energi terbarukan.

Bila kita sepakat dengan rumusan pokok soal di atas, tak akan ada usaha lagi membeli teknologi energi dari luar yang bahan bakarnya harus diimpor seperti halnya PLTN. Amanat Pasal 3 UU 10/1997 tentang Ketenaganukliran adalah mempersiapkan bahan baku dan bahan bakar nuklir untuk PLTN, bukan membangun PLTN dengan mengimpor bahan bakar uranium.

Jadi, pembangunan PLTN sudah tak layak di Indonesia sebab akan menambah ketergantungan Indonesia terhadap negara lain karena teknologi dan bahan bakarnya akan diimpor. Selain itu, juga akan menambah subsidi listrik karena harga listrik PLTN itu mahal. Lagi pula, Indonesia punya sumber daya energi yang cukup, lebih murah, dan tak berisiko tinggi. Kemudian lokasi PLTN merupakan titik terlemah dari serangan musuh dan teroris. Yang terakhir: Indonesia berada di daerah gempa yang dapat menimbulkan bencana nuklir seperti di Fukushima.

Indonesia harus dapat mengantisipasi perubahan politik energi dunia setelah tragedi nuklir di Jepang. Negara industri yang telah mengembangkan energi terbarukan mengatakan bahwa harga energi terbarukan akan sama dengan harga energi fosil mulai tahun 2020. Indonesia masih punya sumber daya energi yang lebih dari cukup sampai energi terbarukan mencapai nilai keekonomiannya. Setelah itu Indonesia berpotensi menjadi negara penghasil bahan bakar nabati terbesar di dunia.

Maka, tak satu pun alasan rasional membangun PLTN di Indonesia, selain untuk kepentingan bisnis asing.

Rinaldy Dalimi Guru Besar Fakultas Teknik UI dan Anggota Dewan Energi Nasional

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com