Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencegah Terulangnya Chernobyl

Kompas.com - 18/03/2011, 03:14 WIB

Ledakan dan kebakaran di Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Fukushima Daiichi, Jepang, mengingatkan dunia akan tragedi di Chernobyl, Ukraina, 25 tahun lalu. Pemerintah Jepang kini bekerja keras untuk mencegah dampak kecelakaan nuklir terburuk di dunia itu terulang kembali.

PLTN Fukushima Daiichi yang dioperasikan Tokyo Electric Power Co (Tepco) memiliki enam unit reaktor air didih atau boiling water reactor (BWR). Saat gempa bumi terjadi, Jumat (11/3), hanya reaktor Unit 1, 2, dan 3 yang beroperasi.

Ketiga reaktor itu padam secara otomatis sesuai prosedur standar pengamanan saat gempa terjadi. Namun, suhu teras reaktor masih sangat tinggi sehingga perlu didinginkan dengan mengalirkan air. Proses ini yang tak berjalan karena tiga mesin diesel gagal beroperasi.

Tingginya suhu membuat air yang merendam bahan bakar bereaksi dengan zirconium dalam tabung bahan bakar dan menghasilkan gas hidrogen. Tekanan yang tinggi memaksa operator mengalirkan gas keluar teras reaktor, bereaksi dengan oksigen, dan meledak.

Atap bangunan reaktor Unit 1 hancur karena ledakan, Sabtu, reaktor Unit 3, Minggu, dan Unit 2, sehari kemudian. Tingginya suhu karena gagalnya sistem pendingin membuat kolam penampung bahan bakar bekas di reaktor Unit 4 juga terbakar.

Upaya penyelamatan

Asap dan uap yang membubung dari reaktor yang meledak dideteksi mengandung radiasi meski Badan Keselamatan Nuklir dan Industri Jepang (NISA) mengatakan belum membahayakan. Radiasi pada gerbang Barat, Kamis (17/3) pagi, tercatat 338 microsievert. Bandingannya, jika seseorang berada di luar rumah selama setahun penuh, dia akan menerima radiasi sebanyak 400 microsievert.

Petugas penyelamat bekerja keras mengalirkan air laut untuk mendinginkan reaktor. Kemarin, mereka mengerahkan helikopter untuk mengguyur reaktor dari udara, dengan prioritas pada reaktor Unit 3. Reaktor ini satu-satunya yang menggunakan bahan bakar campuran plutonium dan uranium, dan dinilai lebih berbahaya dari bahan bakar uranium.

Kekhawatiran terbesar adalah jika ledakan itu telah merusak bejana pengungkung (containment vessel). Tempat teras reaktor diletakkan ini adalah pelindung pertama dari kebocoran, terbuat dari baja yang dikeraskan setebal 10-20 sentimeter.

Jika pengungkung ini rusak, besar kemungkinan zat radioaktif bocor keluar. Kemungkinan rusaknya pengungkung ini disampaikan oleh Sekretaris Kabinet Jepang Yukio Edano.

Ancaman juga datang dari kolam penampungan bahan bakar bekas yang tidak dilindungi pengungkung. NISA mengindikasikan uap tebal berasal dari kolam bahan bakar yang terbakar di Unit 3 dan 4. Hal ini berarti uap mengandung radioaktif, dan bahan bakar bekas yang tidak terendam air bisa melepaskan radiasi ke udara.

Pada Unit 1 dan 2, Tepco berencana memasang kabel untuk mengalirkan listrik dan menjalankan sistem pendingin. Sejauh ini NISA menyebut pemompaan air laut untuk mendinginkan reaktor berjalan lancar. Namun, Tepco mengatakan setidaknya 33 persen bahan bakar sempat tidak terendam air.

Panas pada bahan bakar yang tidak terendam air pendingin bisa meningkat dengan cepat, memperbesar risiko kebocoran bahan bakar, dan pada kasus terburuk, meleleh, dan memancarkan radiasi ke sekitar.

Sejumlah ahli berpendapat, radiasi tak akan mencapai Tokyo yang berjarak sekitar 220 kilometer selatan Fukushima. ”Bahkan, jika teroris menguasai batang bahan bakar dan meledakkannya dengan dinamit, radiasi tak akan menyebar seperti ledakan bom nuklir,” ujar Gerald Laurence, konsultan keselamatan dan profesor pada Universitas Adelaide, Australia.

Namun, Laurence menambahkan, radiasi bisa menyebar karena angin dan turun ke darat bersama hujan. Kemarin, Badan Meteorologi Jepang melaporkan, angin bertiup ke tenggara ke arah Samudra Pasifik, meningkatkan kewaspadaan di pantai barat Amerika Serikat. Namun, pemerintah meyakini tingkat radiasi di sana tak akan mencapai taraf berbahaya.

Pemantauan tanah dan tumbuhan di sekitar PLTN wajib dilakukan, dan sapi sebaiknya tidak merumput di lokasi itu agar tidak menghasilkan susu yang tercemar seperti di Chernobyl.

Namun, ilmuwan Inggris, John Beddington, yakin, dampak kasus Fukushima tak akan separah Chernobyl. ”Masalah di Chernobyl adalah orang terus-menerus minum air, makan sayur, dan lain-lain dari daerah tercemar. Hal itu tak akan terjadi di sini,” ujar Beddington.

(reuters/afp/ap/was)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com