Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pendataan di Desa-desa Resahkan Warga

Kompas.com - 15/03/2011, 02:47 WIB

Jakarta, Kompas - Akibat pendataan penduduk dari rumah ke rumah dan permintaan untuk berpindah keyakinan, warga jemaah Ahmadiyah di desa-desa di Jawa Barat menjadi resah menyusul peristiwa Cikeusik, Pandeglang, Banten. Sejumlah oknum tentara diinformasikan mendata anggota jemaah Ahmadiyah dan meminta mereka berganti keyakinan.

”Ini sudah menyalahi tugas pokok TNI dalam bidang pertahanan. Warga desa ketakutan karena dimintai data pengurus, jumlah anggota, dan pelbagai upaya intimidasi akan diserang ormas tertentu jika tidak mau meninggalkan keyakinan,” ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban kekerasan (Kontras) Haris Azhar dalam jumpa pers di Jakarta, Senin (14/3).

Menurut Haris, harus diungkap atas perintah siapa tentara mendata warga. Tindakan tersebut terpantau di 56 desa di pelosok Jawa Barat.

Direktur Program Imparsial Al Araf yang turut berbicara dalam jumpa pers menyatakan, tindakan oknum TNI mendata warga Ahmadiyah itu merupakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang TNI, khususnya Pasal 7 Ayat (3) karena melampaui tugas pokok TNI. ”Panglima TNI dan Presiden RI harus mengevaluasi tindakan tersebut,” ujar Al Araf.

Direktur Eksekutif Human Right Watch Group (HRWG) Khoirul Anam dalam kesempatan sama mencermati pola pendataan jemaah Ahmadiyah tersebut mirip dengan kasus pendataan dukun santet di Jawa Timur pascareformasi beberapa tahun silam. ”Ketika itu dokumen data dukun santet dijadikan dasar tindakan pembunuhan sistematis,” ujar Khoirul.

Dia mendesak Panglima TNI menghentikan kegiatan ilegal mendata dan mengintimidasi warga. ”Seharusnya TNI memberikan rasa aman dan melindungi warga yang dianiaya. Pemerintah harus segera mengevaluasi aturan yang melanggar kebebasan beragama dan undang-undang perbantuan TNI segera dibuat agar ada kejelasan tugas tentara,” tutur Khoirul.

Namun, Kepala Pusat Penerangan TNI Laksamana Muda Iskandar Sitompul, yang dihubungi terpisah, membantah ada perintah Panglima TNI untuk mendata warga jemaah Ahmadiyah di desa-desa. ”Kami hanya membantu upaya pengamanan yang dilakukan polisi. Setahu saya tidak ada perintah Panglima untuk mendata warga Ahmadiyah,” kata Sitompul.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia Erna Ratnaningsih mendesak Komisi Nasional Hak Asasi Manusia segera menyelidiki adanya intimidasi lanjutan terhadap anggota jemaah Ahmadiyah. ”Yang dilarang SKB tiga menteri adalah upaya menyebarkan kepercayaan. Kenapa beribadah secara kelompok pribadi pun dilarang, bahkan diserang?” ujar Erna.

Berlanjutnya kekerasan terhadap kelompok yang berbeda keyakinan dan paham dapat mengakibatkan Indonesia semakin terpuruk. Negara yang menindas hak asasi manusia dan membiarkan penganiayaan warga akan terkena sanksi, seperti Sudan. Bahkan Presiden Sudan Omar Bashir sudah masuk ke dalam daftar penjahat atas kejahatan kemanusiaan. (ONG)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com