Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kementerian Telah Terganggu

Kompas.com - 09/03/2011, 04:40 WIB

Jakarta, Kompas - Isu perombakan kabinet dan wacana perpecahan koalisi partai pendukung pemerintah yang kembali santer akhir-akhir ini telah mengganggu kinerja kementerian. Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad mengakui, akibat gonjang-ganjing politik itu, pihaknya terhambat merumuskan peraturan baru.

Menurut Fadel Muhammad, Selasa (8/3) di Jakarta, pihaknya hingga kini belum bisa mengajukan draf instruksi presiden tentang perlindungan dan pemberdayaan nelayan. Padahal, inpres itu diperlukan untuk mengikat lintas kementerian membantu pemberdayaan nelayan.

Inpres nelayan itu semula dijadwalkan tuntas pada akhir Februari 2011. ”Inpres nelayan belum bisa diterbitkan. Karena gonjang-ganjing kabinet, kami tidak boleh speed up (mempercepat),” ujar Fadel.

Perlindungan kepada nelayan dibutuhkan karena hampir setahun terakhir ini aktivitas nelayan di sejumlah wilayah nyaris lumpuh akibat cuaca ekstrem.

Menurut Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Kementarian Kelautan dan Perikanan Dedy Sutisna, koordinasi lintas sektor dibutuhkan untuk permodalan bagi istri nelayan yang mengolah hasil tangkapan, misalnya untuk dana perbankan.

Karena itu, terpisah, Romo Franz Magniz-Suseno dan Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia (PGI) Pendeta Gomas Gultom di Jakarta, Selasa, meminta Presiden Susilo Bambang Yudhoyono cepat menyelesaikan soal wacana koalisi, apakah dengan mengeluarkan satu-dua partai atau memperkuat semua partai yang sudah bergabung. Setelah itu, pemerintah segera fokus mengurus berbagai masalah bangsa, seperti korupsi, mafia hukum, dan kesejahteraan rakyat.

Menurut Pendeta Gomas Gultom, wacana koalisi berlarut-larut bisa membuat Presiden, menteri-menteri, dan pemerintah kehilangan konsentrasi mengurus rakyat. ”Masih banyak pekerjaan yang mesti diurus, seperti memberantas korupsi, menegakkan hukum, meningkatkan kesejahteraan rakyat,” katanya.

Apa pun keputusannya bakal didukung rakyat jika bisa membentuk pemerintahan yang efektif untuk melaksanakan program-program yang memihak publik. Pemerintahan saat ini, lanjut Magniz, akan terus disibukkan dengan urusan koalisi karena ketatanegaraan kita memang mengadopsi sistem presidensial sekaligus parlementer dengan multipartai.

Pengamat politik dari Universitas Negeri Jakarta, Robertus Robet, mengungkapkan, koalisi saat ini rapuh akibat kepentingan pragmatis, yaitu menjaga stabilitas pemerintahan, sementara stabilitas sulit dicapai karena juga menerapkan sistem multipartai di parlemen.

”Pemerintahan kita sekarang mengadopsi sistem presidensial sekaligus multipartai. Ini paduan sulit. Siapa pun presiden pemenang pemilu harus memperkuat dukungan legislatif karena partai-partai itu bisa tidak mendukung, bahkan mengusik pemerintah,” ujarnya. Ia mengusulkan perombakan tata negara, antara lain memperkuat sistem pemerintahan. (LKT/IAM/WHY)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com