JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa penuntut umum menuding terdakwa Komisaris Jenderal Susno Duadji telah menyamarkan atau menyembunyikan asal-usul harta hasil tindak pidana dengan keahlian yang didapat selama menjabat Wakil Ketua Pusat Pelaporan Analisa dan Transaksi Keuangan (PPATK).
"Itu dilakukan agar harta kekayaan hasil tindak pidananya susah ditelusuri aparat penegak hukum sehingga dengan leluasa memanfaatkan harta kekayaan itu," ucap Erbagtyo Rohan, koordinator tim jaksa saat membacakan replik di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (3/3/2011).
Menurut jaksa, berdasarkan fakta di persidangan, Susno telah menggunakan pola-pola pencucian uang sehingga harta hasil kejahatan itu dianggap berasal dari kegiatan yang sah. Jaksa memberi contoh pembelian rumah di Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, seharga Rp 5 miliar dengan cek perjalanan.
Contoh lain, kata jaksa, saat Susno membeli tanah garapan di Bogor, Jawa Barat, dengan kartu tanda penduduk (KTP) atas nama Susno Djuaji dan berprofesi sebagai petani. "Baru dalam surat tanda setor pajak atas nama Susno Duadji. Dalam pledoinya pun terdakwa tidak menyangkal soal Susno Djuaji itu," ujar jaksa.
Dalam replik, jaksa juga mengkaitkan dengan latar belakang Susno sebagai Kepala Bareskrim Polri. "Latar belakang di bidang penyidikan membuat terdakwa dapat menyusun suatu konstruksi dan argumentasi bahwa ada perbuatan yang terputus dari tindak pidana yang dilakukan terdakwa. Namun, dengan teknik follow the money menjadi jelas dan terang tindak pidana yang dilakukan terdakwa," ungkap jaksa.
Hendry Yosodiningrat, koordinator tim penasihat hukum Susno, menyebut uraian yang disampaikan jaksa itu sebagai prasangka. "Buktikan dong. Itu fitnah lagi yang dilakukan di muka persidangan. Repliknya enggak bermutu," kata Hendry, seusai sidang.
Seperti diberitakan, jaksa menuntut Susno dengan hukuman tujuh tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan. Susno juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 8,5 miliar.
Jaksa meyakini Susno menerima uang senilai Rp 500 juta dari Haposan Hutagalung melalui Sjahril Djohan saat menjabat Kabareskrim Polri. Menurut jaksa, uang itu diberikan agar kasus ikan arwana yang dilaporkan klien Haposan, Ho Kian Huat, segera ditangani penyidik Bareskrim Polri.
Selain itu, saat menjabat Kepala Polda Jawa Barat, jaksa menyakini Susno memerintah Kombes Maman Abdulrahman selaku Kepala Bidang Keuangan Polda Jabar untuk memotong dana pengamanan Pilkada Jabar tahun 2008 sekitar Rp 8,5 miliar dari total dana hibah Pemprov Jabar senilai Rp 27,7 miliar.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.