Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Intoleran pada Intoleransi

Kompas.com - 12/02/2011, 05:07 WIB

Radhar Panca Dahana

Begitu bercoraknya keragaman budaya bangsa-bangsa di dunia. Namun, ada satu ciri—dari sekurangnya dua—yang memperlihatkan kekhasan atau kecenderungan yang serupa dari sebagian besar bangsa-bangsa itu.

Kekhasan itu terkait kecenderungan dari mereka untuk mempraktikkan dan menghidupi apa yang kita kenal, mungkin tidak secara umum, dengan (per-)adab(-an) daratan atau kontinental.

Dengan memerhatikan secara saksama, kritis, serta terbuka pada bentuk peradaban kontinental ini—dan juga counterpart atau pasangan dialektisnya, (per-) adab(-an) kelautan atau maritim—kita akan segera memahami berbagai konflik antaretnik, penghakiman adat pada kultur suku bangsa lain, hingga kekerasan agama (seperti yang terjadi pada kaum Ahmadiyah) sesungguhnya bukanlah kita. Bukanlah tradisi yang dipelihara dan membudaya di hampir semua suku bangsa di negeri (Nusantara) ini.

Dalam adab daratan, dasar keberadaan sebuah komunitas, etnik, atau bangsa dilandasi oleh penguasaan daratan atau wilayah di mana kelompok masyarakat itu mengolah hidup, diri, dan lingkungannya. Itulah modal dasar mereka untuk survive atau mempertahankan keberlangsungan (sub-)spesiesnya.

Dalam asas keberadaan bangsa-bangsa ini, luas wilayah menjadi persoalan utama untuk memberi garansi bagi upaya fitrahi manusia untuk bertahan dan melanggengkan hidupnya. Ketergantungan pada (sumber daya) alam sangat desisif. Karena itulah, persaingan untuk memperebutkan lahan atau wilayah daratan sudah menjadi karakter purba dari peradaban ini.

Dari situlah kemudian berkembang konflik perebutan kuasa (wilayah) menjadi tradisi dan dilembagakan lewat hikayat, mitologi, hingga kisah-kisah epik. Dalam tradisi inilah ambisi dan nafsu manusia untuk menguasai dalam makna mendominasi pihak lain (sampai kemudian tidak hanya secara geografis, tetapi juga politis, ekonomis, hingga kultural) tumbuh subur.

Di alam modern kita mengenalnya dalam bentuk kolonialisme dan imperialisme. Dalam alam posmodern ia menjadi globalisme dan universalisme. Walau demikian, di wilayah kontinental, insting dan cara purba mereka untuk saling berebut wilayah tetap saja ada.

Kontinental vs maritim

Karakter dan kecenderungan adab seperti itu membawa implikasi pada budaya dan produk- produk yang dikembangkannya. Dalam soal religiusitas, misalnya, sistem kepercayaan mereka yang berdasar pada paganisme tidak membiarkan pihak (etnik atau bangsa) lain beribadah mengembangkan bahkan memelihara tuhannya sendiri-sendiri.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com