Noerdy menuturkan, produk Deorub telah dipatenkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan berlaku 20 tahun, sejak 24 September 2002. Produk itu juga dipatenkan di Malaysia, yang berlaku 20 tahun sejak 8 April 2003. Ia sedang berupaya mendapatkan paten dari Thailand dan Vietnam.
Atas prestasi yang diraih PT Global Deorub Industry, perusahaan itu memperoleh penghargaan di bidang bisnis dan lingkungan, antara lain berupa Kalpataru pada 2006.
”Produk Deorub ini awalnya hanya untuk keperluan di pabrik PT Badja Baru. Tetapi karena Deorub merupakan produk yang ramah lingkungan, jadilah disambut baik juga oleh anggota Gapkindo lainnya,” katanya.
Pada perkembangannya, Deorub tak hanya untuk menghilangkan bau, tetapi sekaligus meningkatkan mutu karet alam Indonesia. Dengan menggunakan Deorub, karet lebih cepat dikeringkan, tidak berbau, dan ramah lingkungan karena menggunakan bahan baku alami.
Noerdy ingin pemakaian Deorub bisa meluas, menjangkau petani karet di berbagai penjuru Tanah Air. Alasannya, Deorub dapat digunakan sebagai penggumpal getah karet sehingga karet petani tidak berbau.
”Pemakaian Deorub sebagai penggumpal mulai disosialisasikan Balai Penelitian Karet Sembawa kepada petani selama dua tahun terakhir ini. Petani karet di Sumsel, Jambi, Lampung, Bengkulu, Sumatera Utara, dan Kalimantan Selatan mulai memakainya,” ujarnya.
Meski pihaknya menjadi pemegang hak paten atas Deorub, Noerdy mengaku tidak berambisi meraih keuntungan besar dari produk tersebut. ”Deorub dipersembahkan untuk petani karet dan industri karet alam...,” ujarnya.