Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

ICW: Kepolisian Terkesan Banyak Alasan

Kompas.com - 06/02/2011, 16:23 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Indonesian Corruption Watch (ICW) menyatakan keberatan terhadap penolakan publikasi 17 rekening gendut yang dilakukan oleh Mabes Polri. Apalagi kepolisian memberikan beberapa alasan yang dianggap tidak substansif oleh ICW. Salah satunya, Mabes Polri menyatakan publikasi tidak dibenarkan saat ini karena akan menghambat proses hukum.

"Menghambat proses hukum yang mana? Belum diproses kok sudah menyatakan menghambat proses hukum?" ungkap aktivis ICW, Febri Diansyah, Minggu (6/2/2011) di kantor ICW, Jalan Kalibata Timur.

Kepolisian, menurut Febri, menganggap publikasi rekening itu bisa menghambat proses hukum dengan dalih surat perintah penyelidikan perkara (SP3) belum dikeluarkan oleh Mabes Polri. Akibatnya, informasi yang diminta oleh ICW tidak bisa terpenuhi. "Kasusnya saja belum diusut, kok bilang SP3," ujar Febri.

Alasan penolakan lain, menurut ICW, pernyataan kepolisian bahwa hasil pemeriksaan rekening tersebut sudah dikembalikan ke PPATK, sehingga PPATK lah yang memiliki kewenangan mengumumkan kepada publik. Pernyataan itu disampaikan saat ICW mengajukan permohonan informasi pada 2 Agustus 2010.

Namun, ICW menemukan fakta baru melalui keterangan saksi ahli lembaga tersebut di sidang ajudikasi. Menurut pihak PPATK, mereka tidak mengenal pengembalian berkas, termasuk laporan hasil analisa (LHA) yang diperiksa Mabes Polri. Selain itu, PPATK juga tidak memiliki kewenangan untuk mengumumkan hasil pemeriksaan yang telah diselesaikan Polri.

"PPATK menyatakan tidak menerima berkas pengembalian dan tidak memiliki wewenang untuk memublikasikan hasil, tapi kenapa kepolisian mengatakan sebaliknya?" ungkap Koordinator Divisi Investigasi ICW, Agus Sunaryanto.

Sementara itu, kepolisian berdalih 17 rekening merupakan rahasia internal karena sudah sesuai dengan UU Nomor 14 Tahun 2008 Pasal 06 Ayat (3), yang secara garis besar menyatakan informasi yang terkait hak-hak pribadi tidak harus diinformasikan pada publik. Menurut pihak Mabes Polri, rekening-rekening tersebut secara wajar merupakan kekayaan pribadi dari warisan dan usaha-usaha pribadi, sehingga mengacu pada undang-undang itu tidak harus dipublikasikan.

"Kalau pakai undang-undang itu memang benar, tapi kami juga harus lihat Pasal 18 dari undang-undang itu, kekayaan yang dimiliki oleh pejabat publik harus disampaikan kepada publik juga, sehingga diketahui benar berasal dari sumber-sumber legal. Kami juga memakai Konvensi PBB melawan korupsi yang memegang prinsip seimbang antarkekayaan pejabat publik dengan penghasilan yang sah," kata Febri Diansyah.

Sampai hari ini, ICW mengharapkan Mabes Polri melakukan transparansi atas rekening-rekening gendut pejabat polisi yang sempat diklaim kepolisian telah tutup buku itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Megawati Tekankan Syarat Kader PDI-P Maju Pilkada, Harus Disiplin, Jujur, dan Turun ke Rakyat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com