Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lapas Mewah Ayin Tak Dihitung?

Kompas.com - 26/01/2011, 14:56 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Terpidana kasus suap dan gratifikasi Artalyta Suryani alias Ayin akan segera bebas bersyarat. Namun, surat keputusannya belum disetujui Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar serta belum ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiono.

Ayin diperkirakan akan tetap keluar karena fakta ruang tahanan mewah untuk Ayin di LP Pondok Bambu tak dihitung sebagai pertimbangan yang memberatkan.

Untung mengatakan, Ayin sudah memenuhi persyaratan untuk bebas bersyarat karena dinilai telah berkelakuan baik selama setahun di tahanan. Ruangan mewah tak dihitung.

"Ini gini, ruangan khusus itu kan warisan dari beberapa pejabat dan napi yang lama. Itu sudah berjalan lama. Nah, itu yang salah pegawai LP-nya. Pegawai LP yang ditindak karena mengizinkan begitu," katanya di sela rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (26/1/2011).

Untung menyatakan sudah mengirimkan sejumlah pertimbangan kepada Menteri untuk membebaskan Ayin secara bersyarat. Namun, lanjutnya, belum ada keputusan dari Menteri sehingga surat keputusannya tak bisa ditandatangani.

Ditanya secara terpisah, Patrialis mengaku belum sempat mempelajari pertimbangan yang diajukan Dirjen Pemasyarakatan untuk pembebasan bersyarat Ayin.

Patrialis berjanji akan membicarakannya segera dengan Dirjen. Namun, Patrialis malah balik mempertanyakan kerja bawahannya ketika ditanya soal ruang tahanan mewah untuk Ayin sebagai pertimbangan yang memberatkan.

"Semua kesalahan yang dilakukan harus dicatat di register F. Jadi, kalau pembinaan kurang maksimal atau dia lakukan pelanggaran, itu harus ada register F. Nah, ternyata Ayin sampai hari ini tidak diberi register F," katanya.

Nah, kenapa tidak dicatat? Patrialis pun berdalih tugas dan tanggung jawabnya sebagai menteri tak sampai ke hal-hal teknis. "Itu ya tentu (tanggung jawab) mereka yang dalam teknis operasional. Kalau saya, enggak sampai ke situ saya mikirinnya. Satu-satu bagaimana? Ada 135.000 napi, gimana? Nah, kenapa enggak dilakukan register, itulah yang menjadi pertanyaan Kanwil sama Dirjen Pemasyarakatan," ujarnya. 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

    Jokowi Resmikan Program Pendidikan Dokter Spesialis Berbasis Rumah Sakit

    Nasional
    Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

    Bawaslu Papua Tengah Telat Masuk Sidang dan Tak Dapat Kursi, Hakim MK: Kalau Kurang, Bisa Dipangku

    Nasional
    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Sengketa Pileg di Papua Tengah, MK Soroti KPU Tak Bawa Bukti Hasil Noken

    Nasional
    Dilema Prabowo Membawa Orang 'Toxic'

    Dilema Prabowo Membawa Orang "Toxic"

    Nasional
    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Gibran Ingin Konsultasi soal Kabinet ke Megawati, Pengamat: Harus Koordinasi dengan Prabowo

    Nasional
    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Soal Kabinet Prabowo-Gibran, Pengamat Ingatkan Bukan Sekadar Bagi-bagi Kekuasaan

    Nasional
    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Sidang Perdana Praperadilan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Digelar Hari Ini

    Nasional
    Menakar Siapa Orang 'Toxic' yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Menakar Siapa Orang "Toxic" yang Dimaksud Luhut, Lebih Relevan ke Kubu 01?

    Nasional
    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Niat Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati soal Kabinet Dimentahkan PDI-P

    Nasional
    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    SBY Doakan dan Dukung Prabowo Sukses Jaga Keutuhan NKRI sampai Tegakkan Keadilan

    Nasional
    'Presidential Club', 'Cancel Culture', dan Pengalaman Global

    "Presidential Club", "Cancel Culture", dan Pengalaman Global

    Nasional
    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Hari Ini, Hakim Agung Gazalba Saleh Mulai Diadili dalam Kasus Gratifikasi dan TPPU

    Nasional
    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang 'Toxic' ke Dalam Pemerintahan

    Respons Partai Pendukung Prabowo Usai Luhut Pesan Tak Bawa Orang "Toxic" ke Dalam Pemerintahan

    Nasional
    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Bongkar Dugaan Pemerasan oleh SYL, KPK Hadirkan Pejabat Rumah Tangga Kementan

    Nasional
    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Soal Maju Pilkada DKI 2024, Anies: Semua Panggilan Tugas Selalu Dipertimbangkan Serius

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com