JAKARTA, KOMPAS.com — Terpidana kasus suap dan gratifikasi Artalyta Suryani alias Ayin akan segera bebas bersyarat. Namun, surat keputusannya belum disetujui Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar serta belum ditandatangani oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiono.
Ayin diperkirakan akan tetap keluar karena fakta ruang tahanan mewah untuk Ayin di LP Pondok Bambu tak dihitung sebagai pertimbangan yang memberatkan.
Untung mengatakan, Ayin sudah memenuhi persyaratan untuk bebas bersyarat karena dinilai telah berkelakuan baik selama setahun di tahanan. Ruangan mewah tak dihitung.
"Ini gini, ruangan khusus itu kan warisan dari beberapa pejabat dan napi yang lama. Itu sudah berjalan lama. Nah, itu yang salah pegawai LP-nya. Pegawai LP yang ditindak karena mengizinkan begitu," katanya di sela rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (26/1/2011).
Untung menyatakan sudah mengirimkan sejumlah pertimbangan kepada Menteri untuk membebaskan Ayin secara bersyarat. Namun, lanjutnya, belum ada keputusan dari Menteri sehingga surat keputusannya tak bisa ditandatangani.
Ditanya secara terpisah, Patrialis mengaku belum sempat mempelajari pertimbangan yang diajukan Dirjen Pemasyarakatan untuk pembebasan bersyarat Ayin.
Patrialis berjanji akan membicarakannya segera dengan Dirjen. Namun, Patrialis malah balik mempertanyakan kerja bawahannya ketika ditanya soal ruang tahanan mewah untuk Ayin sebagai pertimbangan yang memberatkan.
"Semua kesalahan yang dilakukan harus dicatat di register F. Jadi, kalau pembinaan kurang maksimal atau dia lakukan pelanggaran, itu harus ada register F. Nah, ternyata Ayin sampai hari ini tidak diberi register F," katanya.
Nah, kenapa tidak dicatat? Patrialis pun berdalih tugas dan tanggung jawabnya sebagai menteri tak sampai ke hal-hal teknis. "Itu ya tentu (tanggung jawab) mereka yang dalam teknis operasional. Kalau saya, enggak sampai ke situ saya mikirinnya. Satu-satu bagaimana? Ada 135.000 napi, gimana? Nah, kenapa enggak dilakukan register, itulah yang menjadi pertanyaan Kanwil sama Dirjen Pemasyarakatan," ujarnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.