JAKARTA, KOMPAS.com - Pengamat Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengkritisi usulan perubahan sistem pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang diajukan pemerintah dalam draf RUU Pilkada.
Pemerintah mengajukan agar Gubernur dipilih oleh DPRD dan tidak melalui pemilihan langsung. Menurut Siti, memindahkan pemilihan kepala daerah ke DPRD tidak menjamin proses berjalan transparan dan bersih dari politik uang (money politics).
"Pemerintah, dengan alasan yang mereka katakan, bahwa kewenangan atau otonomi di level kabupaten/kota. Jadi, mereka punya hak otonomi yang lebih luas. Saya melihatnya tidak seperti itu. Dengan melalui DPRD siapa yang bisa menjamin bersih money politics?" kata Siti kepada Kompas.com, Jumat (10/12/2010).
Pelaksanaan Pilkada langsung yang masih diliputi berbagai persoalan, menurutnya, memang harus terus dibenahi. Namun, solusinya bukan dengan meniadakan pemilihan langsung.
"Di DPRD juga tidak akan menjamin transparansi. Kalau masalah legitimasi, hak pilih rakyat memang langsung lebih partisipatoris. Kita melihat, yang sakit kan parpol. Parpol belum melakukan reformasi. Pembenahan tidak bisa parsial soal Pilkada langsung atau tidak," paparnya.
Partai politik, lanjut Siti, harus melakukan pembenahan diri agar mendukung berlangsungnya proses pemilihan langsung yang transparan dan akuntabel. "Agar tidak menumbuhsuburkan politik transaksional," katanya.
Untuk itu, Kementerian Dalam Negeri harus memberikan payung hukum melalui peraturan perundang-undangan yang memperkuat dan memberi penalti kepada parpol dan semua elemen yang terlibat dalam Pilkada untuk menaati aturan main. "Jadi bukan mengubah Pilkada langsung atau tidak langsung. Itu pemikiran yang kurang komprehensif. Kalau berubah-ubah juga membuat rakyat bingung," kata Siti.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.