Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komitmen Penegakan HAM Indonesia Melemah

Kompas.com - 08/12/2010, 16:40 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Dewan Pengurus Transparency International Indonesia (TII) Todung Mulya Lubis menilai upaya penegakan hak asasi manusia (HAM) di Indonesia melemah setelah melewati sepuluh tahun masa reformasi. Pemerintah akhir-akhir ini dinilai tidak memberikan tempat yang layak terhadap HAM.

"Saya baca di media, presiden dalam pidato kenegaraan 16 Agustus lalu mungkin mengucapkan kata HAM hanya sekali dua kali atau bahkan tidak ada. Ini tunjukkan makin lama makin pudar, makin melemah komitmen untuk penegakan HAM," ungkapnya di sela keterangan pers Yap Thiam Hien 2010 di Gedung Mahkamah Konstitusi, Rabu (8/12/2010).

Menurut advokat senior ini, komitmen Pemerintah Indonesia untuk menegakkan hak hanya baik pada awal-awal reformasi saja, menyusul banyaknya ratifikasi instrumen hukum HAM internasional hingga UU tentang HAM yang sangat komprehensif.

"Awalnya cukup melegakan hati. Tapi makin lama kita kembali pada situasi orde baru, ketika HAM makin tidak mendapat tempat. Memang hak-hak sipil dan hak politik kita rasakan makin dihormati. Kebebasan informasi dan hak berpolitik memang makin besar, tapi hak-hak ekonomi sosial makin menurun," katanya.

Dosen UIN Syarif Hidayatullah Siti Musdah Mulia mengatakan pegiat HAM di Indonesia memiliki kesulitan yang tidak biasa. Jika di negara-negara lain, seperrti Arab Saudi dan Cina sudah jelas siapa lawan dan kawan, di Indonesia tidak demikian.

"Indonesia sebagai negara demokrasi, enggak jelas. Ngakunya demokrasi tapi dalam faktanya semuanya itu hipokrit. Jadi susah, ini lawan atau kawan. Upaya untuk menghadapinya luar biasa," tegasnya.

Musdah menilai pemerintah bersikap hipokrit. Dia mencatat saat Presiden AS Barack Obama dijamu di Istana Negara, menurutnya Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumbar banyak kata pluralisme.

"Saya merinding. Dia ngerti enggak sih. Karena dunia pasti minta pembuktiannya. Karena menurut pengalaman saya, orang-orang hanya sampai pada pengakuan akan pluralisme tapi itu jauh daripada pengakuan," tandasnya kemudian.  

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com