JAKARTA, KOMPAS.com — Pernyataan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kemarin siang yang mendukung penetapan Sultan menjadi gubernur seharusnya bisa meredakan polemik mengenai RUU Keistimewaan Yogyakarta. Namun, ternyata Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, rapat kabinet memutuskan pengangkatan Gubernur DI Yogyakarta melalui pemilu.
Pengamat hukum tata negara Irman Putra Sidin mendorong pemerintah untuk tidak memaksakan kehendak. "Di daerah saya, di Makassar, makanan khasnya coto makassar, jangan dipaksain orang Makassar mengganti makanannya dengan soto betawi. Soto betawi enak, tapi orang Makassar ya khasnya coto makassar, begitu juga di Yogya. Orang Yogya sukanya gudeg, jangan dipaksain suka yang lain," ujarnya di Gedung MPR/DPR/DPD, Jumat (3/12/2010).
Menurutnya, apa yang dihasilkan pemerintah dalam rapat kabinet bukan soal pemaksaan. Namun, pemerintah harus mempertimbangkan sensitivitas. "Semua pilihan bagus, tidak beracun. Tapi mereka pengennya gudeg. Kalau kita bilang salad, ya marahlah dia," katanya.
Namun, lanjut Irman, meski berstatus istimewa, kehidupan di Yogyakarta harus diatur. Menurutnya, keistimewaan tak bisa bergerak sendiri dan harus diatur dalam UU karena kekhususan adalah milik Indonesia. "Misalnya Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta itu milik Indonesia sehingga harus diatur. Jadi wali kota dan lainnya tinggal ditunjuk saja. Karena dia khusus, tidak ada persoalan," tambahnya kemudian.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.