JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah seharusnya ikut turun tangan dan tidak tinggal diam melihat begitu banyak kejanggalan dalam kasus Gayus. Sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam penegakan hukum di tanah air, sudah saatnya Presiden SBY berbuat konkret dan meninggalkan kosmetika di balik pidato-pidatonya.
Demikian disampaikan Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, dalam jumpa pers di Kantor ICW, Minggu (21/11/2010)
"ICW mendesak presiden untuk turun tidak hanya berhenti di ruang pidato atau statement sebagai kosmetika bersama, harus konkret," ucapnya di hadapan wartawan.
Salah satu tindakan konkret yang dapat diambil Presiden adalah dengan mengumumkan pelimpahan kasus Gayus kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). "Perintahkan polisi untuk bekerja sama dengan KPK, dan perintahkan KPK untuk ambil alih," ucap Febri.
Sementara itu, pengamat kepolisian, Bambang Widodo Umar, menyatakan Presiden tidak boleh tidak turut campur dalam kasus ini.
"Dalam proses hukum memang Presiden tidak boleh ikut campur, tapi kondisinya sedang karut marut. Ini tanggungjawab Presiden untuk membenahi karena lembaga itu di bawah Presiden," ucapnya.
Kejanggalan-kejanggalan kasus Gayus semakin terbuka lebar di persidangan dalam perkara kasus PT SAT dengan kerugian negara Rp 570 juta. Padahal, Gayus sudah memberikan keterangan bahwa tidak hanya PT SAT saja yang terlibat, melainkan banyak perusahaan lain yang juga turut mengemplang pajak, terumasuk PT Kaltim Prima Coal (KPC), Arutmin, dan Bumi Resource milik Grup Bakrie.
Selain itu, Gayus pernah menyatakan dirinya memberikan 500.000 dollar AS kepada perwira tinggi Polri. Namun, baik perusahaan Bakrie maupun perwira tinggi polisi tersebut seakan tak tersentuh.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.