JAKARTA, KOMPAS.com — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau KontraS menantang pemerintah untuk menguji kelayakan pemberian gelar pahlawan nasional kepada almarhum Jenderal (Purn) HM Soeharto.
Koordinator KontraS, Haris Azhar, mengatakan, rencana pemberian gelar pahlawan bagi Soeharto telah mengaburkan makna kepahlawanan yang seharusnya lahir dari kepribadian pahlawan tersebut.
Haris membandingkan Soeharto dengan almarhum Abdurrahman Wahid atau Gus Dur yang juga sama-sama pernah menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia. "Tanpa harus menjadi Presiden pun, Gus Dur sudah memberikan kontribusinya kepada masyarakat. Adapun (usulan gelar bagi) Soeharto itu karena jabatannya, bukan karena personality-nya," kata Haris dalam jumpa pers di kantor KontraS, Senin (18/10/2010) siang.
"Kalau dia (Soeharto) berbuat baik selama menjadi presiden, itu sudah sewajarnya bagi seorang presiden," tambahnya.
Haris menambahkan, jabatan presiden yang disandang Soeharto pun masih mengandung tanda tanya besar karena prosesnya dilalui dengan pelanggaran-pelanggaran hak asasi manusia pada 1965.
Pelanggaran itu kemudian terjadi lagi pada era Orde Baru hingga saat-saat menjelang Soeharto lengser dari posisi RI 1. Jutaan orang yang menjadi korban pelanggaran HAM oleh Soeharto akan menolak pemberian gelar tersebut.
"Kalau pemerintah serius ingin memberikan gelar pahlawan kepada Soeharto, KontraS menantang pemerintah untuk melakukan uji kelayakan nama Soeharto secara nasional. Saya pikir pahlawan nasional bukan dinilai oleh orang-orang di lingkungan istana saja. Tapi, tanyakan kepada 240 juta penduduk di Indonesia," Haris menegaskan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.