Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

TNI dan Kompleksitas Isu Perbatasan

Kompas.com - 05/10/2010, 04:15 WIB

Kendati Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) telah dibentuk, program-program yang dirancang belum sepenuhnya ditujukan untuk kegiatan menghambat aksesibilitas (darat, udara, dan laut/perairan) pihak asing, termasuk penetrasi transportasi dan komunikasi.

Terlepas dari ada 13 institusi yang terlibat mengamankan wilayah laut—termasuk TNI—beberapa kelemahan yang melekat memang masih berlaku mulai dari minimnya teknologi persenjataan dan komunikasi, kurangnya pembangunan infrastruktur yang terintegratif, dan lemahnya sumber daya manusia. Namun, yang paling mengemuka adalah persoalan koordinasi dan pembiayaan tinggi.

Kementerian Dalam Negeri yang mengepalai BNPP baru akan memperoleh pagu pengelolaan perbatasan untuk tahun anggaran 2011 sebesar Rp 700 miliar. Anggaran ini meningkat pesat dibanding anggaran tahun 2010 sebesar Rp 25 miliar.

Susahnya, setiap tindakan negara meningkatkan keamanan, seperti akumulasi senjata dan posisi pasukan militer, sering dicurigai oleh negara lain dan memunculkan reaksi keras.

Kompleksitas perbatasan

Kompleksitas persoalan perbatasan juga dipicu oleh adanya komunitas etnis di kedua sisi perbatasan sehingga menciptakan konflik pelintas batas, masyarakat bersenjata, dan kelompok ”pemberontak”. Kenyataannya, pendekatan yang meletakkan kerja sama antarnegara dan antarmasyarakat perbatasan untuk membangun manajemen keamanan perbatasan bersama masih sulit dilakukan karena berkaitan dengan kepentingan politik kedua negara.

Kedua, persoalan khusus yang ditangani hari ini merupakan warisan konflik masa lalu, kasus Indonesia-Malaysia di antaranya. Karena itu, dalam batas tertentu, persengketaan ini dapat dikaitkan dengan ketidakmampuan setiap negara mengatur batas-batas wilayah mereka.

Mengingat kegagalan pendekatan yang menganggap perbatasan sebagai tanggung jawab masing-masing negara untuk memberikan keamanan yang memadai bagi masyarakat, negara, dan wilayahnya, maka kita perlu mempertanyakan apakah pendekatan regional dapat memberikan penyelesaian keamanan yang berkelanjutan?

Keamanan merupakan barang publik (public goods) karena jenis nilai yang konsekuen diberlakukan dalam meningkatkan kerja sama di antara negara-negara, yaitu dengan memberikan manfaat bagi semua aktor yang terlibat. Karena itu, ”barang publik” memiliki logika yang dinikmati oleh banyak orang dan memberikan manfaat. Dalam persoalan Indonesia-Malaysia misalnya, barang publik dapat meliputi laut dan keamanan.

Dalam konteks ini, Amerika mungkin dapat dijadikan contoh dalam mengatasi keamanan negara, regional, dan masyarakatnya melalui ”regionalisasi” pengelolaan keamanan perbatasan. Kita juga bisa melihat negara-negara di Afrika, yaitu Angola, Tanzania, dan Zambia menjadi penandatangan protokol The Southern African Development Community (SADC) pada kontrol senjata api, amunisi, dan bahan terkait lain di wilayah SADC.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com