Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mencegah Jakarta Tenggelam

Kompas.com - 29/09/2010, 03:13 WIB

Pemenuhan kebutuhan air bersih perpipaan merupakan salah satu kunci untuk mengendalikan penurunan muka tanah di Jakarta. Dampak dari ketidaktercukupan kebutuhan air bersih dan tarif air bersih perpipaan yang amat tinggi di Jakarta telah mendorong eksploitasi secara berlebihan terhadap air tanah dalam yang sesungguhnya sebagian besar merupakan air tanah dalam purba (Robert Delinom, 2009).

Pengambilan air tanah dalam secara masif yang tidak seimbang dengan pengimbuhannya menyebabkan muka air tanah dalam turun, yang kemudian menimbulkan muka tanah turun. Memang benar bahwa muka tanah turun tak sepenuhnya disebabkan oleh eksploitasi air tanah dalam.

Terdapat beberapa faktor lain, yakni pemadatan tanah, berat bangunan (statis) dan beban bergerak (dinamis) pada badan jalan, serta daya rusak air (intrusi dan abrasi) untuk daerah dekat pantai atau sepanjang alur sungai.

Namun, pengalaman Kota Meksiko dan Bangkok menunjukkan bahwa pengendalian penurunan muka tanah dengan menghentikan eksploitasi air tanah dalam secara drastis terbukti dapat mengurangi laju penurunan muka tanah di dua kota yang pernah tercatat mengalami rekor penurunan muka tanah terburuk di dunia.

Strategi penanganan

Amblesnya Jalan RE Martadinata dan turap beton Kanal Banjir Barat ini merupakan peringatan penting bagi kita semua. Presiden langsung memerintahkan segera memeriksa kondisi semua infrastruktur vital (jalan, tanggul, dan bangunan publik) yang rawan bencana serupa. Mudah-mudahan ini bukan reaksi sesaat yang sering terlambat. Birokrat kita terbiasa dengan pola penanganan setelah terjadi bencana, bukan berdasarkan suatu rencana pencegahan. Padahal, biaya pencegahan jauh lebih murah.

Banyak pihak yang telah menyuarakan bahwa penghentian eksploitasi air tanah dalam adalah satu-satunya cara yang harus segera dilakukan. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah mengantisipasi hal itu dengan mengeluarkan Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2009 untuk mengendalikan pengambilan air tanah dalam dengan menaikkan pajak air tanah dalam jauh di atas tarif air bersih perpipaan sekaligus membatasi jumlah maksimum yang boleh diambil (100 meter kubik per hari).

Pembatasan eksploitasi air tanah dalam tak akan efektif jika tak tersedia air bersih perpipaan untuk menyuplesi air tanah dalam yang pengambilannya dibatasi. Kapasitas Instalasi Pengolahan Air PAM Jaya sudah dalam kondisi maksimum dan hanya mampu mengolah sekitar 15.000 liter per detik. Masalah serius dalam penyediaan air bersih perpipaan di Jakarta semakin diperburuk oleh kian kritis dan langkanya air baku yang tersedia.

Kebutuhan total air bersih Jakarta saat ini sudah mencapai 2,38 juta meter kubik per hari. Kemampuan suplai PAM Jaya baru sebatas 1,53 juta meter kubik per hari. Sementara itu, karena masih tingginya tingkat kehilangan air (sekitar 49 persen) pada sistem jaringan distribusi, maka jumlah air bersih yang dapat diperhitungkan tidak lebih dari 780.000 meter kubik per hari. Tidaklah mengherankan jika cakupan layanan air bersih perpipaan di Jakarta baru mencapai 44 persen dari total kebutuhan.

Solusi yang dibutuhkan Jakarta adalah menambah pasokan air bersih perpipaan sehingga mampu melayani 80 persen kebutuhan air menjelang tahun 2015 apabila kota ini ingin memenuhi komitmen pencapaian sasaran pembangunan milenium (MDGs) dalam sektor air bersih.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com