JAKARTA, KOMPAS.com — Meskipun Densus 88 Antiteror menewaskan sejumlah anggota kelompok teroris dalam aksinya, kelompok teroris lainnya tidak melakukan serangan balik karena dendam. Menurut pengamat teroris, Mardigu Wowieq Prasantyo, para teroris tidak pernah didoktrin untuk mendendam, apalagi dendam kepada pihak kepolisian.
"Mereka ini tidak penah dendam karena kalau ada sahabatnya mati, enggak ada dendam, enggak ada balas dendam," katanya dalam diskusi Teroris Juga Punya Cinta, Minggu (26/9/2010) di The Bondies, Jakarta.
Menurut Mardigu, para teroris hanya didoktrin untuk mencapai tujuan mereka, mendirikan negara Islam bersama, dan tidak pernah didoktrin untuk balas dendam. Sebelumnya, kepolisian menduga bahwa serangan sekelompok terduga teroris di Mapolsek Hamparan Perak Deli Serdang, Sumatera Utara, pada Rabu (22/9/2010) sebagai aksi balas dendam kelompok teroris terhadap Densus 88 yang sebelumnya menewaskan tiga anggota teroris.
"Doktrin balas dendam itu tidak ada," katanya.
Meskipun demikian, lanjut Mardigu, yang perlu diingat adalah efek serangan teroris tersebut terhadap negara. Menurutnya, teror yang diciptakan kelompok teroris sangat mengganggu perekonomian negara. "Segitu parahnya ekonomi diganggu teroris, mangkanya pemerintah sangat ngotot membasminya," ucapnya.
Menurutnya, jaringan teroris Indonesia saat ini berusaha menggunakan siasat perang sel dengan bersenjata serta menebar teror dan ketakutan di masyarakat hingga satu institusi tidak saling percaya atau saling menuduh. Menurut Mardigu, mereka berhasil melakukan hal tersebut.
"Kalau anggotanya di bawah 500 orang, perang sel, tembakan, membuat teror, ketakutan, tidak saling percaya, saling tuduh, maka mereka berhasil sekarang," ungkapnya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.