JAKARTA, KOMPAS.com — Rencana pembangunan gedung baru DPR menuai kontroversi karena proses perencanaan tidak berlangsung transparan. Publik seolah-olah di-fait accompli oleh biaya pembangunan sebesar Rp 1,6 triliun tanpa mengerti kenapa biayanya demikian besar.
"Sampai saat ini tidak ada penjelasan yang memadai dan menyeluruh mengenai seluk-beluk pembangunan itu. Publik tidak mengerti sejauh mana gedung baru yang mahal itu dibutuhkan DPR. Apakah betul penggunaan gedung yang ada sudah efisien menampung kebutuhan anggota Dewan," ujar Ketua Ikatan Arsitek Indonesia (IAI) Endi Subijono dalam perbincangan dengan Kompas.com, Minggu (5/9/2010).
Ia menuturkan, DPR pernah mengundang IAI dalam sebuah rapat dengar pendapat pada tahun 2009 membicarakan soal rencana pembangunan gedung baru parlemen. Kala itu, menurut Endi, IAI mengusulkan sebuah proses yang transparan, yaitu sayembara rancang gedung. IAI menindaklanjuti usul itu dengan merumuskan panduan sayembara dan menyerahkannya kepada DPR.
"Sayembara adalah proses pelibatan publik yang demokratis. Tiap peserta dapat mengeksplorasi segala kemungkinan terkait kebutuhan DPR, apakah melakukan efisiensi terhadap gedung yang ada atau membangun gedung baru dengan biaya yang lebih murah," katanya.
Selain melibatkan para arsitek, sayembara juga dapat melibatkan masyarakat. Caranya, pada satu waktu tertentu hasil rancang bangun terpilih dipamerkan dan masyarakat bisa memberi masukan. "Saya percaya, jika prosesnya terbuka, masyarakat dilibatkan, DPR memberi penjelasan yang menyeluruh atas kebutuhannya, persoalannya tidak akan seperti sekarang," katanya.
Pada bagian lain, Endi mengatakan, pembangunan gedung tidak semata-mata menyangkut desain dan biaya. Jika dikatakan bahwa gedung baru DPR dirancang untuk 50 tahun ke depan, ia mempertanyakan, sejauh mana rancang bangun gedung itu bersahabat dengan lingkungan.
"Ini soal konsep green building. Pernahkah dipresentasikan berapa operational cost untuk pemeliharaan gedung seluas 160.000 meter persegi? Apakah gedung ini memiliki konsep hemat energi? Untuk jangka panjang ini crucial. Lagi-lagi ini masalah transparansi," katanya.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.