Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bakrie Award Digelar Malam Ini

Kompas.com - 05/08/2010, 19:38 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Freedom Institute untuk kedelapan kalinya menggelar Penghargaan Achmad Bakrie (PAB). Acara penyerahan penghargaan yang kedelapan ini akan berlangsung di Balai Sarbini, Jakarta, Kamis (5/8/2010) pukul 20.30.

Pada tahun ini, Freedom Institute memberikan penghargaan di lima bidang, yaitu kesusastraan, pemikiran sosial, kedokteran, sains, teknologi, dan peneliti muda berprestasi di bawah usia 40 tahun.

Para penerima PAB 2010 yaitu di Bidang Sains: Daniel Murdiyarso, Bidang Pemikiran Sosial: Daoed Joesoef, Bidang Kesusastraan: Sitor Situmorang, Bidang Teknologi: Sjamsoe'oed Sadjad, Bidang Kedokteran: S Yati Soenarto, dan Peneliti Muda: Ratno Nuryadi.

Dari para penerima penghargaan tersebut, dua di antaranya menolak. Kedua orang tersebut adalah Daoed Joesoef dan Sitor Situmorang.

Daniel adalah anggota Intergovernmental Panel on Climate Change) yang bersama Al Gore memperoleh Hadiah Nobel Perdamaian 2007.

Kerja ilmiah Murdiyarso berkisar pada penggunaan lahan, kehutanan, dan perubahan iklim. Selain ikut membuat IPCC beroleh Nobel, riset itu menerangi sekaligus mengubah persepsi para pengambil keputusan mengenai kaitan antara penggunaan lahan, pengelolaan hutan, dan perubahan iklim dunia akibat ulah manusia. la sosok penting dalam pengembangan sistem yang memungkinkan sektor industri dunia tetap bisa bergerak mendorong pertumbuhan ekonomi, sembari menyelamatkan dan mengelola hutan dan lahan dunia buat menangkal bahaya pernanasan global, yang tanda-tandanya kian jelas.

Kemudian, Daoed dikenal tak pernah kenal menunjukkan bahwa semangat ilmiah adalah basis peradaban modern. la senantiasa memperjuangkan rasionalisme ke dalam sistem pendidikan formal yang harus berfungsi sebagai komunitas ilmu, sembari menghidupkan secara kreatif kekayaan khazanah kultural lndonesia.

Dengan tulisan-tulisannya yang merambah berbagai disiplin, ia menerjemahkan rasionalisme dan pencerahan ke dalam konteks kebangsaan lndonesia. Kejernihan pandangannya sering kali harus berhadapan dengan konservatisme di lapangan keagamaan, kesukuan, dan kebangsaan.

Sitor dinilai telah membuktikan bahwa puisi bisa menjadi sangat modern dengan kembali pada bentuk-bentuk yang sangat tradisional, seperti syair, pantun, dan sonet. Dan ini adalah jawaban telak terhadap puisi bebas, yang pada masa Chairil Anwar dan setelahnya kerap menghasilkan hanya kebaruan semu.

Selama tujuh dasawarsa, puisi-puisi Sitor menampilkan sosok aku yang terombang-ambing antara kampung halaman dan dunia, memasuki berbagai lingkungan budaya secara berani dan berisiko untuk menolak penjara kebangsaan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com