JAKARTA, KOMPAS.com — Jaksa Agung Hendarman Supandji menantang mantan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Yusril Ihza Mahendra, menggugat legalitasnya sebagai Jaksa Agung ke pengadilan. Pasalnya, perdebatan di luar pengadilan tidak produktif dan tidak ada ujungnya.
"Kalau memang masih sengketa, bawa saja ke pengadilan, gugat di sana supaya hakim bisa memberikan keputusan," ucap Hendarman kepada para wartawan di Kantor Presiden, Jakarta, Senin (5/7/2010).
"Kalau debat di luar, siapa jurinya, siapa yang akan memutuskan?" ungkapnya.
Hendarman mengaku siap meladeni gugatan Yusril. "Pasti saya akan jawab," kata Hendarman lagi.
Ia mengingatkan, anggapan bahwa ia adalah Jaksa Agung tidak sah masih sebatas pendapat pribadi Yusril, bukan fakta. "Apa pendapat Pak Yusril itu dapat menjadi hakim dan putusan yang sah?" tanyanya.
Seperti diberitakan, Yusril yang menjadi tersangka dalam kasus Sistem Administrasi Badan Hukum mempertanyakan legalitas Hendarman Supandji sebagai Jaksa Agung. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 31/P Tahun 2007, Hendarman ditetapkan dan dilantik sebagai Jaksa Agung. Jabatannya berakhir seiring selesainya masa kerja Kabinet Indonesia Bersatu I.
Selain itu, menurut Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Agung, Jaksa Agung harus pensiun pada usia 62 tahun. Saat ini, usia Hendarman 63 tahun.
Di kubu lain, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi dan juga pihak Kejaksaan Agung menilai, Hendarman sah sebagai Jaksa Agung. "Referensi kita itu UU Kementerian yang terakhir. Jaksa Agung dalam UU Kementerian itu bukan dalam kabinet lagi," ujar Sudi.
Dimintai tanggapan dalam kesempatan terpisah, mantan Hakim Konstitusi yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia, Jimly Asshidiqie, menyarankan agar kontroversi mengenai hal ini diselesaikan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
"Bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara karena akibat statusnya merugikan pihak lain. Ada keputusan administrasi yang merugikan hak hukum orang lain atau tidak adanya keputusan yang merugikan hak hukum seseorang. Pihak yang merasa dirugikan bisa ke Pengadilan Tata Usaha Negara," kata Jimly.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.