Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Otonomi Daerah Belum Optimal

Kompas.com - 02/07/2010, 03:32 WIB

Saat mengunjungi rumah sakit itu, Kamis (10/6) pukul 22.00, rumah sakit sangat ramai. Pengunjung tidak hanya bisa keluar masuk, tetapi juga bisa menginap di kamar untuk yang sakit seenaknya. Seperti di ruang ekonomi untuk pria, anak-anak dan keluarga datang serta bercakap-cakap sambil merokok. Di samping kiri dan kanan, pasien dengan infus, termasuk Taufiq (30), warga Kampung Melayu yang sudah dua bulan menanti diamputasi kedua tangannya tanpa ada jadwal operasi yang jelas.

Di UGD, dr Reza Refial yang berjaga mengatakan, pihak rumah sakit agak kesulitan meminta orang Bima untuk tertib. Menjawab pertanyaan tentang adanya pasien di UGD yang tidak ditangani dokter, menurut dia, hal itu karena prioritas penyakit pasien itu tidak perlu segera ditangani dokter. Saat itu ada seorang pasien di UGD yang baru masuk dengan alasan panas tinggi dan mempertanyakan kondisi lantai UGD yang kotor serta kenapa dia tidak ditangani dokter.

Masalah otonomi

Rektor IKIP Mataram Said Rupina menggarisbawahi bahwa otonomi daerah didesain untuk mendekatkan masyarakat dengan pelayanan kesehatan, pendidikan, dan ekonomi rakyat. Masalahnya, banyak hal belum optimal, seperti hanya 20 persen anggaran yang dipergunakan untuk rakyat, sementara sisanya untuk belanja rutin, termasuk gaji pegawai.

Said menyoroti, hal utama yang menyebabkan otonomi daerah di NTB belum optimal, yakni pembagian kerja belum jelas antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Ada perintah pemerintah pusat untuk membentuk ini dan itu, tetapi tidak sesuai dengan kondisi daerah. Ini menghabiskan sumber daya manusia dan anggaran. Selain itu, dari pemerintah daerah juga tidak mempersiapkan sumber daya manusia. Tugas pemerintah tidak dipahami dan proyek-proyek diadakan untuk kelompok seperti kepala dinas yang merupakan tim pemenangan. ”Tanggung jawab sosial masyarakat jadi kurang karena semua ditanya ada uangnya atau tidak,” kata Said.

Koordinasi

Wakil Gubernur NTB Badrul Munir mengatakan, pihaknya harus membuat terobosan agar bisa bekerja sama dengan kabupaten. Untuk pendidikan, misalnya, diadakan pembagian wilayah, pemerintah provinsi memberikan beasiswa kepada sekolah-sekolah swasta dan agama. Sekolah negeri disubsidi oleh pemerintah kabupaten/kota. Masalah koordinasi dengan pusat, diakui Badrul Munir, adalah masalah manajemen, di mana setiap departemen yang datang ke NTB memajukan proyeknya masing-masing untuk sektor yang sama, tetapi dengan pendekatan berbeda.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com