Seorang bintara dan perwira pertama, kebetulan sama-sama berasal dari TNI AD, mengaku sangat antusias jika mereka dibolehkan ikut memilih dalam pemilu. Mereka mengaku ingin merasakan bagaimana menjadi warga negara biasa yang punya hak pilih.
Tidak hanya seperti selama ini, mengamati hiruk-pikuk setiap momen demokrasi dari pinggiran atau malah dari kejauhan. Saat ditanya apakah mereka berani memilih berbeda dengan komandannya dalam pemilu, keduanya memastikan berani. Mereka malah menegaskan hak pilih adalah hak pribadi mereka.
”Kalau komandan saya mau perintahkan pilih ini atau itu, ya, mana dulu surat perintahnya. Jangan cuma lisan, apalagi sampai memaksa. Semua risiko dan tanggung jawab masing-masing. Yang namanya pilihan sifatnya pribadi. Sekarang zaman sudah beda, bawahan boleh menolak perintah atasan kalau salah,” ujar seorang letnan dua TNI AD yang menolak disebut namanya itu.
Dalam kesempatan terpisah, seorang perwira menengah TNI Angkatan Laut berpendapat berbeda. Menurut dia, kalau hak memilih itu diberikan begitu saja tanpa ada persiapan serta aturan jelas, kebijakan semacam itu akan menimbulkan malapetaka.
”Selain itu, timing-nya juga harus tepat. Hal itu berarti terkait proses pematangan berdemokrasi di masyarakat. Kalau semua prasyarat tadi, timing yang tepat, aturan main yang jelas, dan penegakan aturan yang tegas, semuanya belum ada, keterlibatan prajurit TNI hanya akan diperalat banyak pihak dengan banyak kepentingan,” ujar pamen TNI AL itu.
Meski begitu, dia mengakui, keikutsertaan prajurit TNI memilih dalam pemilu bisa menjadi semacam pembuktian soal apakah institusi TNI sudah benar-benar profesional dan tuntas tereformasi dengan baik.
Sangat menarik mengikuti perkembangan diskursus dan wacana terkait isu yang kerap dan terus berulang muncul belakangan ini. Seharusnya persoalan semacam ini dibicarakan dan dicari jalan keluarnya sejak awal, tidak lama ketika TNI memutuskan melepas keberadaannya di parlemen dalam Fraksi TNI/Polri.
Ketika mereka, sebagai warga negara, tidak lagi terwakili di parlemen, adalah hak mereka tak ada lagi yang menyuarakan? Meskipun trauma dalam masyarakat juga perlu dipedulikan.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.