Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Khawatir Hak Pilih

Kompas.com - 24/06/2010, 04:09 WIB

Jakarta, Kompas - Pemberian hak memilih untuk prajurit Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak akan menimbulkan perpecahan di internal TNI/Polri, seperti yang dikhawatirkan beberapa kalangan.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menyatakan hal itu di Jakarta, Rabu (23/6). ”Kita sudah memiliki pengalaman pada Pemilu 1955. Saat itu, TNI dan Polri memilih. Tidak apa-apa, tuh. Tak ada perpecahan,” ujarnya.

Pada Pemilu 1955, TNI/Polri masih memiliki hak pilih. Pemilu 1955 justru tercatat sebagai pemilu yang paling demokratis.

TNI/Polri pada masa Orde Baru, kata Mahfud, memang tidak boleh memilih. Namun, mereka langsung diberi jatah 75 kursi di DPR. Padahal, saat itu jumlah anggota TNI/Polri 450.000 orang saja. ”Kalau bilangan pembagi pemilih (BPP) itu 250.000, jatah TNI/Polri dua kursi. Sekarang kita sudah maju dalam demokrasi,” kata Mahfud.

Selain itu, menurut dia, hak pilih adalah hak konstitusional yang melekat kepada pribadi, bukan institusional. Terkait kekhawatiran terjadinya rekayasa, hal itu bisa diantisipasi dengan pengaturan yang sifatnya teknis. Misalnya, anggota TNI/Polri didistribusikan ke tempat pemungutan suara (TPS) terpisah.

”Jangan di tangsi. Jika itu akan ketahuan memilih apa. Disebar saja sehingga kerahasiaannya terjamin,” ucapnya.

Menurut Mahfud, Pemilu 2014 adalah waktu yang tepat untuk pemberian hak pilih bagi anggota TNI/Polri. ”Berikan hak itu sebagai hak personal. Pertama, suaranya tidak terlampau signifikan. Kedua, atur teknisnya supaya tak teridentifikasi,” katanya.

Namun, Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro menyebutkan, Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI meminta anggota TNI netral.

Menurut Purnomo, hak pilih bagi anggota TNI tidak bisa dilakukan terburu-buru. Ada proses yang harus dilewati sebagai konsekuensi negara demokrasi. ”Jika bicara hak pilih TNI, UU dulu yang diubah,” katanya.

Menurut dia, dalam Program Legislasi Nasional tahun ini tidak ada jadwal untuk perubahan UU TNI. Saat ini ada sekitar 470.000 personel TNI. Dari jumlah itu, hampir 70.000 orang di antaranya adalah pegawai negeri sipil (PNS) yang memiliki hak pilih. ”Jadi, bisa dilihat signifikannya atau tidak,” katanya.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com