Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Khawatir Hak Pilih

Kompas.com - 24/06/2010, 04:09 WIB

Jangan pikirkan dulu

Secara terpisah, pengamat politik J Kristiadi menilai, hak memilih bagi anggota TNI/Polri memang adalah hak sebagai warga negara yang tak dapat dihilangkan. Namun, apakah hak itu akan diberikan, bergantung kepada pimpinan TNI.

Menurut Kristiadi, keikutsertaan TNI dalam politik, termasuk dalam pemilu, memang menjadi pengalaman traumatik masa lalu. ”Pada masa Order Baru, Golkar, militer, dan birokrasi menjadi penopang kekuasaan pemerintahan Orde Baru,” katanya.

Secara tegas, ahli hukum tata negara Adnan Buyung Nasution berpendapat, belum saatnya memikirkan hak pilih untuk anggota TNI/Polri. Sekarang kita masih dalam taraf mengembalikan TNI sebagai prajurit profesional setelah pada era Orde Baru dikenal penuh muatan politik dan ambisi untuk berkuasa.

”Jika sudah menjadi prajurit profesional, pelan-pelan kita pilih sistem untuk membuat TNI menjadi lebih berperan,” kata Adnan Buyung.

Adnan Buyung mengingatkan, militer memiliki kecenderungan untuk selalu tampil, terutama ketika melihat politisi sipil terlalu banyak bicara, korupsi merajalela, dan ada penyalahgunaan kekuasaan. Namun, sejarah membuktikan, saat militer berpolitik, keadaan justru tidak bertambah baik.

Anggota Komisi II DPR, Arif Wibowo, juga berpendapat, wacana tentang hak pilih untuk anggota TNI/Polri perlu diakhiri. Sebab, saat bicara hak memilih untuk anggota TNI/Polri, ada kemungkinan berkembang menjadi hak dipilih, bahkan hak untuk ikut menyelenggarakan pemilu.

”Jika TNI dan Polri punya hak pilih, lalu ada bentrokan antarpendukung dalam pemilu, siapa yang akan menjadi penengah? Selama ini hal itu dilakukan TNI dan Polri karena mereka netral,” kata Arif.

Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bhakti, dalam diskusi di Gedung DPD, Jakarta, Rabu, berpendapat, partai politik adalah pihak yang paling belum siap menerima pemberian hak pilih bagi prajurit TNI/Polri. Meskipun harus diakui, reformasi internal sudah berlangsung lebih dari 12 tahun, garis komando di TNI/Polri masih tetap ada.

”Yang berhak memutuskan hak pilih TNI/Polri itu digunakan atau tidak, ya pemerintah dan DPR. Bukan dikembalikan kepada TNI. Karena yang membuat UU itu DPR,” katanya.

Pengamat militer Andi Widjajanto mengatakan, pemerintah dan pimpinan TNI/Polri perlu membiasakan prajurit menggunakan hak politiknya secara baik. Ini bisa dilakukan dalam pemilu kepala daerah.(dwa/edn/ana/fer/nta/nwo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com