Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Presiden Harus Tolak Dana Aspirasi

Kompas.com - 06/06/2010, 16:35 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com — Presiden Susilo Bambang Yudhoyono didesak agar menolak permintaan dana aspirasi Rp 15 miliar untuk tiap anggota DPR RI meskipun itu diminta oleh Partai Demokrat yang diasuhnya dan Partai Golkar yang juga sekutunya.

Dikhawatirkan, permintaan itu akan disetujui mengingat tiap anggota DPR dari partai apa pun memiliki kepentingan dengan konstituennya melalui dana tersebut. 

Tuntutan itu disampaikan koalisi LSM dalam keterangan pers di Kantor ICW, Kalibata, Jakarta Selatan, Minggu (6/6/2010). Selain ICW, turut hadir perwakilan dari Transparancy International Indonesia (TII), Indonesia Budget Center (IBC), dan The Initiative Institute-Indonesia Parliament Center (IPC).

"Dengan adanya Setgab dan tidak adanya penolakan dari oposisi, sangat mungkin alokasi dana ini direalisasikan. Kami mendesak harus ada sikap resmi penolakan dari Presiden," kata Peneliti Bidang Politik ICW, Abdullah Dahlan.

Presiden, kata Abdullah, harus segera menolak karena jika terealisasi, dana aspirasi ini akan menyedot banyak uang negara. Dengan Rp 15 miliar per anggota Dewan, secara keseluruhan akan menguras APBN sebesar Rp 8,4 triliun. "Kalau sampai ini dilegalkan, DPR telah melakukan politik uang," tegasnya.

Pendapat senada disampaikan peneliti IBC Hari Yulianto. Dia menilai, Presiden harus tegas dengan posisinya sebagai elemen eksekutif yang menjalankan program kepada rakyat. Dengan adanya alokasi dana tersebut, sebutnya, maka anggota Dewan telah keluar dari fungsinya sebagai legislatif dan justru masuk ranah eksekutif.

"Harus dengan pembuatan kebijakan. Eksekusi programnya tetap harus dijalankan oleh pemerintah," tandasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Ada Gugatan Perdata dan Pidana, KPK Mengaku Harus Benar-benar Kaji Perkara Eddy Hiariej

    Nasional
    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Jokowi Resmikan Modeling Budi Daya Ikan Nila Salin di Karawang

    Nasional
    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Jokowi Naik Heli ke Karawang, Resmikan Tambak Ikan Nila dan Cek Harga Pangan

    Nasional
    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Sidang SYL, KPK Hadirkan Direktur Pembenihan Perkebunan Jadi Saksi

    Nasional
    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Proyek Jet Tempur KF-21 Boramae dengan Korsel yang Belum Capai Titik Temu…

    Nasional
    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah, Minta PBB Bertindak

    Nasional
    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Ganjar dan Anies Pilih Oposisi, Akankah PDI-P Menyusul?

    Nasional
    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Kata Gibran soal Urgensi Adanya Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis

    Nasional
    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Riwayat Gus Muhdlor: Hilang Saat OTT, Beralih Dukung Prabowo, Akhirnya Tetap Ditahan KPK

    Nasional
    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Cek Hotel dan Bus Jemaah Haji, Menag: Semua Baik

    Nasional
    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Menerka Peluang Anies dan Ahok Berduet pada Pilkada DKI Jakarta

    Nasional
    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Gibran Sebut Ada Pembahasan soal Kementerian Khusus Program Makan Siang Gratis, tapi Belum Final

    Nasional
    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Pengamat: Jangankan 41, Jadi 100 Kementerian Pun Tak Masalah asal Sesuai Kebutuhan

    Nasional
    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Utak-atik Strategi Jokowi dan Gibran Pilih Partai Politik, PSI Pasti Dicoret

    Nasional
    Gibran Lebih Punya 'Bargaining' Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Gibran Lebih Punya "Bargaining" Gabung Partai Usai Dilantik Jadi Wapres

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com