KOMPAS.com — Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyatakan perkembangan industri media dewasa ini ditandai dengan banyaknya jurnalis berstatus koresponden yang merupakan golongan rentan dalam bisnis media.
"Koresponden sering bekerja dengan kontrak kerja yang tidak jelas dan tidak mendapatkan jaminan asuransi atau kesehatan," kata Ketua Umum AJI Indonesia Nezar Patria dalam siaran persnya, Kamis (29/4/2010).
Dikatakannya, kaburnya standar upah serta beban kerja yang tinggi menyebabkan koresponden di daerah bekerja dalam kondisi yang tidak terjamin oleh perusahaan.
Kondisi tersebut, menurut Nezar, masih diperunyam dengan jenjang karier yang juga buram. "Walaupun sudah mendedikasikan dirinya selama bertahun-tahun, status koresponden masih tak kunjung jelas," katanya.
Lebih mengkhawatirkan lagi, kini makin marak ditemui fenomena stringer atau jurnalis yang menjadi "koresponden" dari koresponden dengan kompensasi pas-pasan serta tidak terdaftar sebagai pekerja resmi di sebuah perusahaan media, terutama di stasiun televisi.
"Praktik kerja semacam itu selain bertentangan dengan kode etik jurnalistik, juga lebih parah dari sistem outsourcing (buruh kontrak) yang banyak ditolak oleh kalangan pekerja," kata Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Indonesia Winuranto Adhi.
Sementara berdasarkan hasil survei yang dilakukan AJI pada Maret lalu terhadap 192 jurnalis dari 48 media di tujuh kota mengungkapkan, masih ditemukan adanya jurnalis yang digaji di bawah standar upah minimum kota/kabupaten.
Ketujuh kota tersebut meliputi Jakarta, Banda Aceh, Medan, Lampung, Bandung, Solo, dan Palu. "Ternyata masih ditemukan ada jurnalis yang digaji di bawah standar UMK (upah minimum kota/kabupaten)," katanya.
Meski dibayangi kondisi yang masih memprihatinkan, AJI memberi apresiasi atas kemajuan pekerja media yang berhasil membangun wadah persatuan yang lebih solid melalui Federasi Serikat Pekerja Media Independen.
Federasi itu merupakan gabungan delapan serikat pekerja media di Indonesia meliputi Dewan Karyawan Tempo (DeKaT), Forum Karyawan Swa (FKS), Serikat Pekerja Radio 68H, Perkumpulan Karyawan Smart FM (PKS), Serikat Karyawan (Sekar) Indosiar, Serikat Pekerja RCTI, Serikat Pekerja Suara Pembaruan, dan Ikatan Karyawan Solo Pos (Ikaso). Dua serikat pekerja media yakni Serikat Pekerja Harian Mercusuar Palu dan Serikat Pekerja Koran Jakarta menyatakan akan bergabung dalam federasi itu.