KOMPAS.com — Kepolisian RI masih terus melakukan penyelidikan mengenai dugaan makelar kasus yang melibatkan oknum polisi. Keterangan dari mantan Kepala Bareskrim Polri, Komjen (Pol) Susno Duadji, menunjukkan adanya indikasi bahwa makelar kasus alias markus ini beroperasi secara berjaringan, bahkan lintas institusi penegak hukum.
Rumor adanya markus memang telah menjadi rahasia umum. Namun, wujudnya selalu tak pernah terungkap. Susno bahkan menyebut, satu markus mati akan digantikan dengan markus lainnya. Anggota Komisi III Nasir Djamil pernah mengatakan, keberadaan jaringan mafia kasus ini sudah dibangun bak dinasti.
Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Kompas.com, ada sejumlah modus yang biasa dijalankan oleh jaringan ini. Salah satunya dari riset yang dilakukan Indonesia Corruption Watch (ICW) pada tahun 2001 di beberapa daerah, di antaranya Jakarta, Makassar, Surabaya, Medan, Samarinda, dan Yogyakarta.
Hasilnya menunjukkan, sejumlah praktik penyelewengan berlangsung di lembaga penegak hukum, baik kepolisian, kejaksaan, maupun pengadilan. Demikian pula kesaksian kuasa hukum yang kerap berurusan dengan para aparat terkait. Benang merahnya satu: memanfaatkan peluang sebesar-besarnya untuk “mengeruk” pihak beperkara.
“Sang Penyambung”
Jaringan mafia kasus hukum memang terorganisasi. Biasanya, ada oknum yang menjadi “aktor penyambung” antara pihak beperkara dan penegak hukum. Salah seorang pengacara, Luthfie Hakim, mengungkapkan kepada Kompas.com bahwa ia pernah mengenal dua orang yang biasanya berperan sebagai “penyambung” dan menawarkan penanganan perkara. “Tapi saya tidak pernah mau berurusan dengan yang seperti ini,” ungkapnya.
“Sang Penyambung” itu, diakuinya, bukan merupakan orang yang berlatar belakang hukum atau berstatus sebagai pegawai di institusi penegak hukum itu sendiri. Namun, orang ini mempunyai kemampuan yang sangat kuat untuk melobi dan mengatur perkara. “Tidak hanya di kepolisian, ada juga di pengadilan,” katanya.
Bagaimana modusnya? Inilah beberapa di antara banyak modus yang biasa dijalankan oleh para “pengatur” kasus itu….
Penggelapan perkara
Penggelapan perkara biasanya dilakukan dengan menghentikan perkara karena alasan tidak cukup bukti. Modus yang sering digunakan adalah rekayasa berita acara pemeriksaan (BAP). Dalam pembuatan BAP, penyidik menawarkan pengaburan unsur-unsur pidana dalam perkara tersebut sehingga dalam persidangan kelak dapat meringankan tersangka.