Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pengawasnya "Serem"...!

Kompas.com - 06/04/2010, 09:40 WIB

Oleh Mohammad Hilmi Faiq

MEDAN, KOMPAS.com — Sirene yang lebih mirip jeritan perempuan itu memecah keheningan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Medan, Senin (5/4/2010) kemarin. Siswa-siswi yang baru mengerjakan soal-soal ujian nasional pengganti itu berhamburan keluar ruangan. Wajah mereka sayu karena kelelahan, tetapi sebagian tampak ceria.

"Capek, Bang. Mana pengawasnya serem-serem. Mantengin terus," kata seorang siswi sembari menata rambutnya yang acak-acakan.

Pengawasan ujian nasional (UN) pengganti ini memang terkesan lebih ketat daripada UN reguler atau UN utama. Sedikitnya, 10 anggota kepolisian berjaga-jaga di halaman sekolah, sementara dua petugas satuan pengamanan berjaga di gerbang sekolah dan dua lainnya berjaga di pos satpam yang berdampingan langsung dengan ruang kelas.

Tampak pula dua guru berjaga di belakang meja. Mereka bertugas mencatat tamu penting, seperti kepala dinas atau wakil rakyat, yang berkunjung ke sekolah. Semua pintu pagar untuk masuk ke bangunan sekolah dikunci.

Pengunjung hanya bisa masuk di halaman sekolah. Kunjungan para pejabat, seperti Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Utara Bahrumsyah, Kepala Dinas Pendidikan Kota Medan Hasan Basri, dan anggota DPRD Sumatera Utara, Brilian Muchtar, semakin mengesankan bahwa ujian itu bukan UN biasa.

Belum lagi belasan wartawan yang menunggui para siswa itu. Sadar atau tidak, kunjungan tersebut menambah beban para siswa. Bahkan, pada saat mata pelajaran Bahasa Indonesia usai diujikan, siswa tidak diberi kesempatan rehat. Mereka langsung maraton mengerjakan soal mata pelajaran kedua.

Ketika beberapa siswa keluar ruang kelas dan disorot kamera oleh wartawan, buru-buru seorang pengawas memerintahkan mereka masuk kelas. Para siswa seperti dikarantina.

Pola pengawasan dan pengamanan seperti itu menambah beban siswa. Mereka tertekan diawasi gerak-geriknya dan dicurigai. Padahal, dari sisi materi soal yang diujikan sebenarnya tidak ada yang istimewa.

"Kami sudah rancang agar tingkat kesulitan soal-soal ujian nasional pengganti ini sama dengan ujian nasional reguler," kata Sri Hendrawati, anggota staf Pusat Penilaian Pendidikan Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan Nasional.

"Soal-soalnya tidak begitu sulit. Banyak soal yang sudah sering saya kerjakan saat latihan atau les. Hanya sepuluhan soal yang benar-benar baru," kata Khairunisa Hazali, peserta ujian.

Meskipun demikian, Khairunisa dan siswa lainnya merasa bahwa UN kali ini terasa lebih berat. Mereka tidak hanya dibayangi ketakutan tidak lulus UN dan kesulitan mengisi lembar jawaban komputer. Namun, mereka tertekan juga oleh anggapan banyak pihak, mereka sebagai siswa yang tidak disiplin karena ”curang” saat ujian nasional reguler sehingga harus kembali diuji dalam ujian pengganti.

Hal tersebut merupakan imbas dari soal yang diduga bocor yang terjadi di Sumatera Utara, terutama di Medan dan Batubara. Kepolisian Kota Besar Medan menangkap lima tersangka, mulai dari oknum pekerja percetakan sampai penjual jawaban soal ujian nasional.

Kebocoran soal ujian itu diperkuat adanya dua siswa yang kepergok membawa catatan berisi jawaban UN. Badan Standar Nasional Pendidikan akhirnya menilai terdapat kebocoran soal, yang salah satu indikasinya adalah pola jawaban siswa yang mirip dan, bahkan, sama.

"Semoga ini ujian nasional terakhir. Kalau disuruh ngulang lagi, mending disuruh minum racun terus mati," ujar Dina Tiara Belinda, seorang peserta ujian pengganti.

Tentu ucapan itu tidak serius. Namun, maksud Dina adalah dia dan teman-temannya terbebani jika harus berkali-kali menjalani UN. Mereka adalah korban.

Beberapa kalangan menilai bahwa dugaan kebocoran soal merupakan kesalahan sistem yang terlalu sentralistik. Sudah saatnya pemerintah memikirkan sistem kelulusan yang lebih pro terhadap siswa.

"Ujian nasional perlu perbaikan," kata Rektor Universitas Sumatera Utara Syahril Pasaribu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com