Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Tim Khusus Investigasi Kepemilikan Telepon Rois

Kompas.com - 20/03/2010, 03:46 WIB

Jakarta, Kompas - Tim khusus yang menginvestigasi kepemilikan telepon seluler Iwan Darmawan alias Rois mulai bekerja sejak hari Jumat (19/3) siang. Tim yang dipimpin Direktur Jenderal Pemasyarakatan Untung Sugiyono dan Inspektorat Jenderal Kementerian Hukum dan HAM Sam L Tobing itu diberi waktu tiga hari hingga seminggu untuk menyelesaikan tugasnya.

”Saya serahkan ke Inspektorat dan Dirjen sepenuhnya supaya mereka lebih independen. Namun, karena ini pemeriksaan, tentunya inspektorat lebih aktif,” ujar Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.

Untung Sugiyono menambahkan, langkah pertama yang akan dilakukan tim khusus adalah meminta keterangan Rois seputar asal-usul telepon seluler yang dimiliki. Berdasarkan informasi itu, tim khusus akan mengembangkan penyelidikan. Tim khusus tak akan mencari tahu digunakan untuk kepentingan apa telepon genggam tersebut dan ke mana tujuan komunikasi dilakukan. ”Kalau isi handphone, kita serahkan ke polisi,” ujar Untung.

Hingga Jumat siang, Patrialis mengaku belum menerima informasi awal soal dugaan siapa yang harus bertanggung jawab atas keberadaan telepon seluler di dalam lembaga pemasyarakatan. Telepon seluler adalah benda yang dilarang dibawa di dalam LP.

Terkait terdeteksinya pengendalian kegiatan teror dari dalam LP, Untung mengaku sulit untuk mengetahui hal itu. Pasalnya, LP tak punya alat untuk mencegat pembicaraan telepon narapidana. Petugas LP hanya dapat melihat dari data orang-orang yang mengunjungi mereka.

”Kebanyakan cuma keluarga, kerabat dekat, atau pengacara; tetapi kalau kelompoknya malah dapat dikatakan tidak mau berkunjung,” ujar Untung.

Pakar hukum pidana, Indriyanto Seno Adji, menyarankan pemerintah sebaiknya membuat LP khusus teroris agar pengawasan terhadap napi teroris lebih ketat. LP khusus diharapkan bisa membatasi ruang gerak napi teroris sehingga tak dapat memperluas jaringan dan mengendalikan aksi teror dari dalam LP.

Psikolog Sarlito Wirawan di Solo, Jawa Tengah, mengatakan, penelitian mengenai metode membongkar ideologi radikal teroris dan bekas napi terorisme terkendala aturan birokrasi, dana, dan waktu. Hal ini menyebabkan upaya pencegahan agar mantan napi terorisme tidak kembali ke jaringan kelompok terornya masih menghadapi tantangan.

Ilmu psikologi, kata Sarlito, cukup berperan dalam pemberantasan terorisme. Teknik interogasi kooperatif berdasarkan kajian psikologi yang diterapkan mampu membuat pelaku yang semula tutup mulut bersedia berbicara sehingga berhasil mengungkap jaringan terorisme.

Dalam perkembangan lain, kekuatan kelompok teroris di Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) kian melemah; ditandai dengan menyerahnya Muhsin, tersangka yang berasal dari Keude Lampoh Saka, Sigli, Kabupaten Pidie, Jumat. Polisi juga menangkap pegawai RSUD Meuraxa, Kota Banda Aceh, Agam H, karena diduga terkait jaringan kelompok ini.

Dalam empat hari terakhir, ada tiga tersangka teroris yang menyerah. Semuanya dari hasil perekrutan lokal yang pernah mengikuti latihan paramiliter calon mujahidin ke Palestina. Adapun tersangka yang sudah tertangkap sebanyak 23 orang, empat di antaranya dari NAD.

Kemarin, di Rumah Sakit Polri RS Sukanto, Kramatjati, Jakarta Timur, jenazah tersangka teroris Pura Sudharmo alias Jaja (47) dibawa keluarga untuk dimakamkan di Sajira Barat RT 2 RW 3, Sajira, Lebak, Banten. (ANA/EKI/SF/AIK/MHD/LAS/FER/WIN/CAS)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com